WUDLU
I.
Pengertian wudlu
Wudlu
menurut bahasa
adalah kebersihan. Sedangkan menurut istilah, adalalah penggunaan air pada anggota tertentu dan dimulai dengan
niat.
II.
Fardlunya wudlu ada enam, yaitu:
1)
Niat ( bersamaan ketika membasauh wajah )
Contoh :نَوَيْتُ اْلوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْاَصْغَر فَرْضًا للهِ تعالى
2)
Membasuh wajah
3)
Membasuh kedua tangan beserta kedua siku
4)
Mengusap sebagian kepala ( atau rambut yang masih
berada dalam batas kepala )
5)
Membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki
6)
Tertib
III.
Sunnah-sunnah wudlu ada sepuluh, yaitu :
1)
Membaca basmalah sebelum wudlu
2)
Membasuh kedua telapak tangan sebelum memasukkannya ke
bejana ( tempat air )
3)
Berkumur
4)
Menghisap air dengan hidung
5)
Mengusap seluruh kepala
6)
Mengusap kedua daun telinga ( luar dan dalam )
7)
Menyela-nyelai jenggot yang tebal, jari-jari tangan dan
jari-jari kaki
8)
Mendahulukan anggota yang kanan dari anggota yang kiri
( khusus tangan dan kaki )
9)
Mengulang tiga kali pada setiap basuhan dan usapan
10)
Berkesinambungan ( antar satu fardlu dengan fardlu
yang lain tidak ada tenggang waktu )
IV.
Hal-hal yang membatalkan wudlu ada enam, yaitu:
1)
Keluarnya sesuatu dari qubul dan dubur ( selain mani
)
2)
Tidur dengan kondisi duduk yang tidak menempatkan
pantatnya pada tempat duduknya ( ghoiri haiatil mutamakkin )
3)
Hilangnya akal ( sebab
gila, mabuk atau sakit )
4)
Bersentuan kulit antara laki-laki dan perempuan yang
bukan mahrom
5)
Menyentuh kemaluan manusia dengan telapak tangan
6)
Menyentuh lingkaran dubur
V.
Do’a setelah wudlu
أّشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهَ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِيْنَ
وَاجْعَلْنِي مِنَ المتَطَهِّرِيْنَ سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اَشْهَدُ اَنْ
لَا إِلهَ اِلَّا أَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
MANDI
I.
Pengertian mandi
Mandi menurut bahasa adalah mengalirnya air, baik ke
badan atau yang lain. Sedangkan menurut istilah adalah mengalirnya air ke
seluruh bagian badan dengan niat dan sarat-sarat tertentu.
II. Pembagian mandi
Mandi dibagi menjadi dua, yaitu :
mandi wajib dan mandi sunnah.
- Mandi Wajib
Adapun
Hal-hal yang
mewajibkan mandi ada enam,
Tiga diantaranya
berlaku bagi laki-laki dan perempuan, yaitu :
1)
Bertemunya dua kelamin
2)
Keluarnya mani
3)
Mati ( selain mati syahid )
Dan
tiga yang
lainnya dikhususkan bagi perempuan, yaitu:
1)
Haidl
2)
Nifas
3)
Melahirkan
Fardlunya mandi ada tiga, yaitu:
1)
Niat ( bersamaan dengan membasuh bagian pertama dari
badan ) Contoh:
نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لِرَفْعِ
الحَدَثِ اْلأَكْبَرِ فَرْضًا للهِ تعالى
2)
Menghilangkan najis ( jika ada )
3)
Meratakan air keseluruh rambut dan kulit
Sunnah –sunnah mandi ada lima,
yaitu:
1)
Membaca basmalah
2)
Wudlu sebelum mandi
3)
Menggosokkan tangan ke tubuh
4)
Berkesinambungan
5)
Mendahulukan bagian tubuh yang kanan dari yang kiri
B. Mandi Sunat
Mandi-mandi yang disunnahkan ada 17, yaitu:
1)
Mandi untuk sholat jumat
2)
Mandi dua hari raya ( walaupun tidak ikut sholat id
)
3)
Mandi untuk sholat
istisqo’
4)
Mandi untuk sholat khusuf ( gerhana bulan )
5)
Mandi untuk sholat kusuf ( gerhana matahari )
6)
Mandi setelah memandikan jenazah
7)
Mandinya orang kafir ketika masuk islam
8)
Mandi bagi orang yang sembuh dari gila
9)
Mandinya orang
yang sadar dari pingsan
10)
Mandi untuk ihrom
11)
Mandi karena hendak masuk kota makkah
12)
Mandi untuk wuquf di Arofah
13)
Mandi untuk bermalam di muzdalifah
14)
Mandi untuk melempar tiga jumroh
15)
Mandi ketika hendak thowaf
16)
Mandi untuk Sa’i
17)
Mandi karena hendak masuk kota Madinah
TAYAMMUM
I.
Pengertian tayammum
Tayammum menurut bahasa adalah menghendaki. Sedangkan menurut istilah
adalah menyampaikan debu ke wajah dan kedua tangan dengan sarat-sarat tertentu
II.
Syarat-syarat tayammum ada lima, yaitu:
1)
Adanya halangan sebab bepergian atau sakit
2)
Masuknya waktu sholat
3)
Berusaha mencari air terlebih dahulu ( ketika masuk
waktu sholat )
4)
Tidak mampu menggunakan atau dibutuhkannya air yang sudah
dicari
5)
Menggunakan debu yang suci
III.
Fardlu tayammum ada empat:
1)
Niat,
Contoh: نَوَيْتُ التَّيَمَّمَ
لِاسْتِبَاحَةِ الصَّلَاةِ المَفْرُوْضَةِ فَرْضًا للهِ تعالى
2)
Mengusap wajah
3)
Mengusap kedua tangan beserta siku
4)
Tertib
IV.
Sunnah-sunnah tayammum ada tiga:
1)
Membaca basmalah
2)
Mendahulukan anggota yang kanan
3)
Berkesinambungan
V.
Perkara
yang membatalkan tayammum ada tiga:
1)
Setiap perkara yang membatalkan wudlu
2)
Melihat air sebelum sholat ( bagi yang tayammum karena
tidak ada air )
3)
Murtad
NAJIS
I.
Pengertian najis
Najis menurut
bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan. Sedangkan menurut istilah adalah
perkara menjijikkan yang mencegah sahnya sholat.
II.
Pembagian najis dan cara
mensucikannya
Najis ada tiga
macam, yaitu:
1)
Najis mugholadhoh yaitu
anjing , babi atau peranakannya.
Cara mensucikan:
Yaitu menghilangkan ain/dzat najis
dari tempat yang terkena najis kemudian membasuhnya dengan air sampai tujuh
kali dan salah satunya dicampur debu
2)
Najis mukhoffafah yaitu
air kencing balita laki-laki yang
belum berunur dua tahun dan belum diberi makan selain air susu ibu.
Cara
mensucikan:
yaitu dengan memercikkan air sampai merata pada tempat yang terkena
najis
3)
Najis mutawassithoh yaitu selain najis diatas seperti;
darah, utah, nanah, tahi, air kencing
Cara mensucikan:
tempat yang terkena najis dibasuh
dengan air sekali basuhan sekira bisa menghilangkan sifat-sifat najis. Akan
tetapi yang lebih utama dibasuh sampai tiga kali.
SHOLAT
I.
Pengertian Sholat
Sholat menurut bahasa adalah do’a
yang baik .
Sedangkan menurut istilah adalah
bacaan dan perbuaatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
II.
Syarat wajib sholat ada tiga, yaitu :
1)
Islam
2)
Baligh
3)
Berakal
III.
Syarat-syarat sah sholat ada lima, yaitu :
1)
Sucinya anggota badan dari hadats dan najis
2)
Menutup aurat dengan pakaian yang suci
3)
Bertempat pada tempat yang suci
4)
Mengetahui masuknya waktu sholat
5)
Menghadap kiblat
IV.
Rukun-rukun sholat ada 18 yaitu :
1)
Niat
2)
Berdiri ( bagi yang mampu )
3)
Takbirotul ihrom
4)
Membaca surat al-fatihah
5)
Ruku’
6)
Tuma’ninah ketika ruku’
7)
I’tidal
8)
Tuma’ninah ketika i’tidal
9)
Sujud
10)
Tuma’ninah ketika sujud
11)
Duduk diantara dua sujud
12)
Tuma’ninah ketika duduk diantara dua sujud
13)
Duduk terakhir
14)
Tasyahhud akhir
15)
Membaca sholawat nabi dalam tasyahhud akhir
16)
Mengucapkan salam yang pertama
17)
Niat keluar dari sholat
18)
Tertib
V.
Sunnah – sunnah sebelum sholat ada dua, yaitu :
1)
Adzan
2)
Iqomat
VI.
Sunnah-sunnah
dalam sholat ada dua, yaitu :
a.
Sunnah Ab’adl ( sunnah yang apabila ditinggalkan disunnahkan untuk sujud sahwi ), ada delapan,
yaitu:
1)
Membaca tasyahhud awal
2)
Membaca qunut ketika sholat subuh & sholat witir pada 15 hari yang terakhir di bulan Romadlon
3)
Duduk tasyahhud awwal
4)
Berdiri saat qunut
5)
Membaca solawat kepada Nabi Muhammad setelah bacaan
tasyahhud awwal
6)
Membaca solawat kepada Nabi Muhammad setelah qunut
7)
Membaca solawat kepada keluarga Nabi Muhammad setelah
qunut
8)
Membaca solawat kepada keluarga Nabi Muhammad
setelah bacaan tasyahhud akhir
b.
Sunnah Haiat
( sunnah
yang apabila ditinggalkan tidak disunnahkan untuk sujud sahwi ), ada 15 yaitu :
1)
Mengangkat kedua tangan ketika takbirotul ihrom, ketika
akan ruku’, ketika I’tidal, dan ketika
berdiri dari tasyahhud awwal
2)
Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri
3)
Do’a iftitaf
4)
Taawwudz
5)
Mengeraskan suara pada tempatnya
6)
Memelankan suara pada tempatnya
7)
Membaca amin
8)
Membaca surat lain
setelah surat al-Fatihah
9)
Takbir ketika bangun dan turun
10)
Membacaسَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَه
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ saat i’tidal
11)
Membaca tasbih saat ruku’ dan sujud
12)
Meletakkan kedua tangan diatas kedua paha ketika duduk
tasyahhud ( ujung jari lurus dengan ujung paha), tangan kiri terbuka dan tangan
kanan menggenggam kecuali jari telunjuk
13)
Duduk iftirosy pada setiap duduk
14)
Duduk tawarruk pada tasyahhud akhir
15)
Membaca salam yang ke dua
VII.
Hal-Hal Yang Dimakruhkan Dalam Sholat
1)
Menolehkan wajah tanpa ada keperluan
2)
Memandang ke atas
3)
Memejamkan mata
4)
Meludah kearah depan atau kanan
5)
Membuka kepala dan pundak
6)
Menahan kentut,
kencing, dan berak
7)
Sholat dalam
kondisi bernafsu terhadap makanan atau minuman yang ada dihadapannya
8)
Sholat memakai baju yang bergambar atau barang lain yang
dapat melalaikan
VIII. Hal-hal yang
membatalkan sholat ada 11, yaitu:
1)
Berbicara dengan sengaja
2)
Melakukan gerakan tiga kali berturut-turut
3)
Hadats ( kecil atau besar )
4)
Terkena najis
5)
Terbukanya aurot
6)
Berubahnya niat
7)
Membelakangi qiblat ( berpaling )
8)
Makan
9)
Minum
10)
Tertawa
11)
Murtad
IX.
Teknis Pelaksanaan Sholat
I.
Niat Dalam Sholat
1.
niat dilakukan dalam hati bukan lisan
2.
niat sholat dilakukan pada waktu takbirotul ihrom
3.
sunnah melafadzkan niat sebelum takbirotul ihrom (
tujuannya untuk membantu hati )
4.
rincian niat dalam sholat:
a. Jika berupa
sholat fardlu maka wajib:
1) قَصْدُالفِعْلِ (bermaksud melakukan sholat)
2) التَّعْيِيْن (menentukan
jenis sholat)
3) الفَرْضِيَّة (pernyataan
bahwa sholatnya fardlu), Contoh: اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ / اُصَلِّى فَرْضَ الْعَصْرِ
b.
Jika berupa sholat sunnah muaqqotah ( sholat yang
mempunyai waktu husus ) seperti: sholat rowatib ( qobliyah ba’diyah) sholat
dluha sholat witir, atau sholat sunnah yang mempunyai sebab seperti: sholat
khusuf, sholat istisqo’ maka wajib:
1)
قَصْدُالْفِعْلِ
( bermaksud melakukan sholat )
2)
التَّعْيِيْن
(menentukan
jenis sholat), Contoh:
اُصَلِّى قَبْلِيَّةَ الظُّهْرِ
c.
Jika berupa sholat sunnah mutlaq maka hanya wajib قَصْدُالفِعْلِ (bermaksud melakukan sholat) Contoh: اصلى
d.
Jika menjadi makmum, maka wajib niat menjadi makmum ائتمام) (, Contoh: اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ مَأْمُوْمٌا
e.
Jika menjadi imam, maka sunnah niat menjadi imam, contoh:
اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ
إِمَامًا ,kecuali bila berupa sholat Jumat, maka
niat menjadi imam hukumnya wajib ( karena sholat Jumat disaratkan harus
berjamaah )
f.
Dalam niat sholat, disunnahkan
untuk mencantumkan bilangan rokaat, niat menghadap qiblat, niat adak ( melaksanakan sholat tepat
dalam waktunya ) dan niat menyandarkan
ibadah kepada Allah, Contoh:
اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ
اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً لِلّهِ تَعَالَى
II.
Berdiri
1)
Wajib berdiri bagi yang mampu,( jika berupa sholat fardlu
)
2)
Tidak wajib berdiri ( jika berupa sholat sunnah )
3)
Berdiri dalam sholat harus dilakukan dengan tegak. Tidak
boleh membungkukkan badan mendekati batas rukuk
4)
Sunnah merenggangkan kaki kira-kira sejengkal
5)
Sunnah mengarahkan pandangan ke tempat sujud
6)
Makruh memajukan salah satu kaki, merapatkan kedua kaki
atau berdiri dengan satu kaki
7)
Makruh sholat dengan memandang ke langit
8)
Makruh sholat dengan memejamkan mata
9)
Boleh sholat dengan duduk jika tidak mampu berdiri
10)
Sholat dengan duduk bisa dengan cara duduk iftirosy,
bersila atau tawarruk. Tapi yang paling utama adalah dengan duduk iftirosy.
11)
Jika tidak mampu duduk, maka
boleh sholat dengan tidur miring menggunakan lambung kanan.
12)
Makruh tidur
miring menggunakan lambung kiri
13)
Jika tidak mampu tidur miring maka boleh sholat
terlentang ( dengan wajah tetap menghadap qiblat )
III.
Takbir Dan Mengangkat Kedua Tangan
1)
Takbirotul ihrom yaitu: takbir yang menyebabkan haramnya
segala sesuatu yang tadinya halal sebelum sholat
2)
Sunnah mengangkat tangan ketika takbirotul ihrom, yaitu
dengan memulai mengangkat tangan bersamaan dengan memulai takbir sampai kedua
tangan terangkat sempurna bersamaan dengan selesainya takbir
3)
Kondisi telapak tangan saat diangkat :
a.
Menghadap qiblat
b.
Terbuka ( tidak menggenggam )
c.
Sejajar dengan pundak
d.
Jari tangan agak direnggangkan
e.
Ujung jari-jari sejajar dengan bagian atas telinga
f.
Ibu jari sejajar dengan cuping
telinga ( tempat
anting-anting )
4) Mengangkat
kedua tangan dilakukan pada empat waktu:
a.
Ketika takbirotul ihrom
b.
Ketika akan ruku’
c.
Ketika i’tidal
d.
Ketika berdiri dari tasyahhud awwal
IV.
Menaruh Tangan
1)
Menaruh tangan kanan diatas tangan kiri dengan cara
menggenggam pergelangan dan sebagian lengan tangan kiri
2)
Posisi kedua tangan dibawah dada di atas pusar
3)
Sunnah menaruh kedua telapak tangan agak condong
kekiri. Hikmahnya adalah supaya kedua telapak tangan berada pada anggota yang paling mulia
yaitu hati
4)
Makruh bertolak pinggang ( mengkerik )
V.
Do’a Iftitah
1) Hukumnya sunnah
dengan lima syarat :
a.
Dibaca pada selain sholat jenazah
b.
Tidak kuwatir kehilangan waktu ada’
c.
Tidak kuwatir kehilangan sebagaian fatihah (bagi makmum)
d.
Mendapati imam dalam posisi berdiri ( mengecualikan
posisi I’tidal, rukuk, sujud dan tasyahhud )
e.
Belum membaca ta’awwud atau fatihah
2)
Riwayat do’a iftitah diantaranya adalah:
أ.
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا
وَالْحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلًا ( رواه مسلم)
ب. وَجَّهْتُ وَجْهِيَ
لِلَّذِى فَطَرَالسَّموَاتِ وَاْلاَرْضِ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا اَنَا مِنَ اْلمُشْرِكِيْنَ,
اِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلّهِ
رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ, لَاشَرِيْكَ لَهُ وَبِذلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا مِنَ اْلمسْلِمِيْنَ
( رواه مسلم)
ج.
اللّهُمَّ بَاعِدْ
بَيْنِى وَبَيْنَ خَطَايَاىَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ اْلمشْرِقِ وَالمغْرِبِ, اللّهُمَّ
نَقِّنِى مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلاَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ, اللّهُمَّ
اغْسِلْ خَطَايَاىَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَاْلبَرَدِ ( رواه البخارى و مسلم)
Menurut imam an-Nawawi, yang paling
afdlol adalah menggunakan riwayat وجهت وجهي....الخ .
Dan sunnah mengumpulkan semua
riwayat diatas
VI.
Bacaan Al- Fatihah
1)
Wajib dibaca pada setiap roka’at
2)
Dibaca ketika berdiri atau yang menggantikannya (duduk
dst )
3)
Sunnah bagi selain makmum untuk
mengeraskan bacaan al-fatihah dalam sepuluh sholat yaitu: sholat subuh, sholat
jum’at, dua roka’at pertama dari sholat maghrib, dua roka’at pertama dari
sholat isyak, sholat dua hari raya, sholat istisqok, sholat khusuful qomar,
sholat tarawih, sholat witir bulan romadlon, dan dua roka’at thowaf yang
dilakukan di malam hari atau waktu subuh
4)
Sunnah membaca ta’awwudz sebelum
membaca al-fatihah
5)
Ta’awwud dibaca dengan suara
pelan
VII.
Membaca Amin
1)
Sunnah bagi musholli ( baik
makmum atau bukan ) untuk membaca amin dengan suara keras ketika berada dalam
sholat yang sunnah mengeraskan bacaan
2)
sunnah membaca amin dengan suara
pelan jika berada pada sholat yang sunnah memelankan bacaan
3)
Dalam sholat jahriyyah bagi
makmum yang mendengar bacaan imam disunahkan untuk membaca amin bersamaan
dengan imam
VIII.
Membaca Surat Setelah Al-Fatihah
1.
Sunnah membaca surat setelah
fatihah bagi :
a.
orang yang sholat sendirian atau
menjadi imam
b.
makmum yang tidak mendengar
bacaan imam
2.
Surat dibaca pada dua rokaat awal
sholat jahriyah (sholat yang sunnah mengeraskan bacaan) atau
sirriyah (sholat yang
sunnah memelankan bacaan)
3.
Sunnah membaca surat sesuai dengan
urutan mushaf
IX.
Ruku’
1.
Batas minimal ruku’ adalah
membungkukkan tubuh sekira telapak tangan dapat menyentuh lutut
2.
Ketika ruku’ disunnahkan untuk :
a.
meratakan (meluruskan) punggung
dengan leher sehingga menjadi seperti satu papan
b.
memegang lutut dengan agak
merenggangkan jari-jari tangan
c.
menghadapkan jari-jari kearah
qiblat
d.
merenggangkan kedua lutut
kira-kira satu jengkal
3.
Sunnah bagi orang laki-laki ketika
rukuk:
a.
merenggangkan kedua sikunya dari
lambungnya
b.
merenggangkan perutnya dari kedua
pahanya
c.
untuk orang yang sholat dengan
telanjang yang lebih utama adalah merapatkan semuanya
4.
Sunnah bagi wanita dan huntsa (orang
yang berkelamin ganda):
a.
merapatkan kedua siku pada
lambung
b.
merapatkan perut pada kedua paha
5.
Membaca tasbih ketika rukuk :
a.
Sunnah walau hanya membaca سُبْحَانَ الله sekali
b.
Yang lebih sempurna adalah
membaca سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلعَظِيْمِ وَبِحَمْدِه tiga kali
c.
Boleh membaca 5 kali, 7 kali, 9
kali, kemudian 11 kali ( bilangan ini berlaku bagi orang yang sholat sendiri
atau imam dari makmum yang terbatas yang ridlo berlama lama)
d.
Bagi orang yang sholat sendiri
atau dari makmum yang terbatas yang ridlo berlama lama, disunnahkan menambah :
اللَّهُمَّ
لَك رَكَعْتُ وَبِك آمَنْت وَلَك أَسْلَمْت خَشَعَ لَك سَمْعِي وَبَصَرِي وَمُخِّي وَعَظْمِي وَعَصَبِي وَشَعْرِي وَبَشَرِي وما اسْتَقَلَّتْ بِهِ قَدَمِي
X.
I’tidal
1.
I’tidal adalah: kembali ke posisi semula sesudah ruku’
2.
Ketika I’tidal sunnah untuk
melepaskan kedua tangan ( tidak meletakkan satu tangan diatas tangan lain )
sebagaimana yang disebutkan oleh imam an-
Nawawi dalam kitab majmu’
3.
Ketika mulai bangun dari ruku’
sunnah membaca: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَه dan memanjangkannya hingga posisi tubuh tegak
dan ketika posisi tubuh sudah tegak, maka sunnah membaca: رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ
4.
Bacaan tahmid:
1.
رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ
2.
رَبَّنَا وَلَكَ الْحمْدُ
3.
اللّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ
4.
اللّهُمَّ رَبَّنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ
5.
رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَرَّكًا
فِيه
6. رَبَّنَا
لَكَ الحَمْدُ مِلْءُالسَّموَاتِ وَمِلْءُاْلاَرْضِ وَمِلءُمَاشِئْتَ مِنْ شَيْئٍ بَعْدُ
bagi orang yang sholat sendiri atau imam dari makmum yang terbatas yang
ridlo berlama lama, disunnahkan menambah :
اَهْل الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ اَحَقُّ مَا قَالَهُ العَبْدُ
وَكَّلْنَا لَكَ عبد لَامَانِعَ لِمَا اَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِىَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَايَنْفَعُ
ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
XI.
Qunut
Qunut ada dua, yaitu : Rotibah
dan Nazilah:
1.
Nazilah yaitu qunut yang dibaca
disetiap sholat Maktubah ketika ada musibah yang menimpa kaum muslimin
2.
Rotibah yaitu qunut yang dibaca saat
I’tidal rokaat kedua sholat subuh dan I’tidal rokaat terakhir sholat witir pada 15
akhir bulan romadlon
Bacaan Qunut
:
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ ، وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ ، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّك تَقْضِي
وَلَا يُقْضَى عَلَيْك ، وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا
وَتَعَالَيْتَ
Imam Rofi’I berkata: para ulama’ menambahkan lafadz وَلَا يَعِزُّ من عَادَيْت sebelum
lafadz تَبَارَكْت رَبَّنَا وَتَعَالَيْت kemudian
setelahnya menambahkan lafadz فَلَكَ الْحَمْدُ على ما قَضَيْت أَسْتَغْفِرُك
وَأَتُوبُ إلَيْك. Mayoritas Ashhab syafi’I berkata; bahwa
penambahan diatas tidaklah masalah.
Setelah do’a Qunut sunnah membaca sholawat kepada nabi
Muhammad dan keluarganya
XII.
Sujud
1.
Yaitu dengan cara mengangkat
pantat/jengking (posisi pantat lebih tinggi dari kepala )
2.
meletakkan sebagaian dahi dengan kondisi
terbuka serta menekannya pada tempat sholat
3.
meletakkan kedua lutut , bagian dalam telapak
tangan, dan bagian dalam jari-jari telapak kaki
4.
Tidak boleh bersujud ( meletakkan
dahi ) pada sesuatu yang ikut bergerak disebabkan gerakan tubuh, semisal surban
yang dikalungkan di leher
5.
Sunnah-sunnah ketika sujud:
a.
meletakkan kedua lutut terlebih
dahulu dengan merenggangkannya kira-kira sejengkal,
b.
kemudian meletakkan kedua telapak tangan lurus
dengan kedua pundak
c.
jari-jari tangan terbuka ( tidak
menggenggam ) dan dirapatkan menghadap qiblat,
d.
kemudian meletakkan dahi dan hidung secara
bersamaan
e.
sunnah merenggangkan kedua telapak kaki
kira-kira sejengkal dan menegakkannya serta menegakkan jari-jarinya kearah
qiblat
f.
Sunnah membaca tasbih
Bacaan Tasbih :
1.
سُبْحَانَ رَبِّىَ اْلاَعْلَى ×3
2.
سُبْحَانَ رَبِّىَ اْلاَعْلَى وَبِحَمْدِه ×3
g.
Bagi yang sholat sendiri atau
imam sunnah menambah :
اللّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ وَبِكَ
امَنْتُ وَلَكَ اَسْلَمْتُ سَجَدَ وَجْهِى لِلَّذِى خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ
وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ تَبَارَكَ اللهُ اَحْسَنَ الْخَالِقِيْنَ
h.
Sunnah memperbanyak do’a ketika
sujud diantaranya:
اللّهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَتِكَ وَبِمُعَافَتِكَ
مِنْ عُقُوْبَتِكَ وَاَعُوْذُبِكَ مِنْكَ لَا اُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ اَنْتَ كَمَا
اَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِك اللّهُمَّ اغْفِرْلِى
ذَنْبِى كُلَّهُ دقَّه وَجَلَّهُ وَاَوَّلَهُ وَاخِرَهُ وَعَلَانِيَتَهُ وَسِرَّهُ
i.
Sunnah bertakbir ketika mulai turun
untuk sujud dan memanjangkannya sehingga sampai posisi sujud
6.
bagi laki-laki sunnah untuk:
a.
Merenggangkan kedua sikunya dari
lambung
b.
Merenggangkan perutnya dari kedua
paha
7.
sedangkan bagi wanita dan khuntsa
sunnah untuk merapatkan semua anggota tersebut
8. Makruh-makruh ketika sujud;
a.
Menghamparkan tangan kelantai
seperti anjing
b.
Mendahulukan kedua tangan dari
kedua lutut ketika turun untuk sujud sebagaimana unta
XIII.
Duduk Diantara Dua Sujud
1.
Duduk diantara dua sujud dapat
dilakukan dengan:
a.
Duduk iftirosy yaitu: duduk
diatas tumit kaki kiri dan menegakkan telapak kaki kanan serta menghadapkan
jari-jarinya kearah qiblat
2.
Ketika duduk sunnah untuk :
a.
meletakkan kedua tangan diatas
paha dan ujung jari-jari lurus dengan
ujung paha (lutut) dengan membuka jari-jari tangan (tidak menggenggam) dan
merapatkannya serta menghadapkannya kearah qiblat
b.
Dan membaca do’a:
رَبِّى اغْفِرْلِى
وَارْحَمْنِى وَاجْبُرْنِى وَارْفَعْنِى وَارْزُقْنِى وَاهْدِنِى وَعَافِنِى وَاعْفُ
عَنِّى
3.
Sunnah membaca takbir ketika
mulai bangun dari sujud dan memanjangkannya hingga sampai pada posisi duduk
XIV.
Bangkit Dari Sujud
1.
Sunnah untuk bertumpuh pada
telapak tangan ketika berdiri dari sujud atau dari duduk
2.
Sunnah duduk istirohah sebelum berdiri,
lamanya sama dengan duduk diantara dua sujud
3.
Sunnah bertakbir dan
memanjangkannya sampai pada posisi berdiri walau dengan melakukan duduk istirohah terlebih dahulu yang penting
panjang takbir tidak melebihi tujuh alif
XV.
Duduk Tasyahud
1.
Pada tasyahud awal sunnah duduk
iftirosy yaitu: duduk diatas tumit kaki kiri dan menegakkan telapak kaki kanan
serta menghadapkan jari-jari kearah qiblat
2.
Pada tasyahud akhir sunnah duduk
tawarruk yaitu: duduk dengan pantat dilantai, telapak kaki kanan ditegakkan dan
kaki kiri menjulur keluar dari bawah kaki kanan
3.
Kondisi jari-jari saat duduk
Tasyahhud:
a.
jari-jari tangan kiri terbuka
(tidak menggenggam) dan dirapatkan menghadap qiblat
b.
jari-jari tangan kanan
menggenggam kecuali jari telunjuk
c.
c) ketika diletakkan dipaha,
awalnya jari-jari tangan kanan terbuka
terlebih dahulu baru kemudian menggenggam
4.
sunnah mengangkat jari telunjuk tangan kanan
dengan sedikit melengkung ketika mulai membaca hamzahnya lafazd الا الله ,dan terus mengangkatnya sampai ketika akan berdiri atau salam .
5.
makroh isyaroh dengan jari selain
telunjuk walaupun jari telunjuknya telah putus
6.
tidak boleh isyaroh dengan jari
telunjuk tangan kiri walaupun telah kehilangan yang kanan
7.
alasan menggunakan jari telunjuk,
karena jari telunjuk sambung dengan otot hati sehingga jari telunjuk akan
membantu hadirnya hati
8.
sunnah mengarahkan pandangan pada
jari telunjuk ketika mengangkatnya walaupun tertutupi tangan baju
XVI. Bacaan Tasyahhud
1.
Minimal membaca:
التَّحِيَّاتُ لِلّه سَلَامٌ عَلَيْكَ اَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللهِ
وَبَركَاتُه, سَلاَمٌ عَلَيْنَا وَعَلى عِبَادِاللهِ الصَّالِحِيْنَ , اَشْهَدُ اَلَّا
اِلهَ اِلَّا الله وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله / اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
2.
Yang lebih sempurna membaca:
التَّحِيَّاتُ اْلمبَاركَاتُ الصَّلوَاتُ الطَّيِّبَاتُ
لِلّه السَّلَامُ عَلَيْكَ اَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُه , السَّلَامُ
عَلَيْنَا وَعَلى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ, اَشْهَدُ اَنْ لَااِلهَ اِلَّا الله
وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
XVII. Bacaan Sholawat
1.
minimal membaca: اللّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّد
وَعَلى الِ مُحَمَّد
2.
yang lebih sempurna membaca:
اللّهُمَّ صَلِّى عَلَى سيدنا مُحَمَّد
وَعَلَى الِ سيدنا مُحَمَّد كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا اِبْرَاهِيْم وَعَلَى الِ سيدنا اِبْرَاهِيْم وَبَارِكْ عَلى سيدنا مُحَمَّد وَعَلَى الِ سيدنا مُحَمَّد كَمَا بَاركْتَ عَلَى سيدنا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى الِ سيدنا اِبْرَاهِيْم فِى العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد
XVIII. Do’a Sebelum
Salam
1.
Setelah baca’an tasyahhud akhir
disunnahkan untuk berdo’a
2.
Do’a yang ma’tsur ( yang
diajarkan Rosulullah shollallahu ‘alaih wasallam ) dan yang lebih utama adalah:
1.
اللّهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ
وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ وَمِنْ فِتْنَةِ المحْيَا وَالممَات وَمِنْ فِتْنَةِ المسِيْحِ
الدَّجَّال (رواه المسلم)
2.
اللّهُمَّ اغْفِرْلِى مَا قَدَّمْتُ وَمَا اَخَّرْتُ وَمَا
اَسْرَرْتُ وَمَا اَعْلَنْتُ وَمَا اَسْرَفْتُ وَمَا اَنْتَ اَعْلَمُ بِهِ مِنِّى اَنْتَ
المقَدِّمُ وَاَنْتَ المؤَخَّرِ لَااِلهَ اِلَّا اَنْتَ (رواه المسلم)
3.
اللّهُمَّ اِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى ظُلْمًا كَبِيْرًا
كَثِيْرًا وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اَنْتَ فَاغْفِرْلِى مَغْفِرَةً مِنْ
عِنْدِكَ اِنَّكَ اَنْتَ الغَفُوْرُالرَّحِيْمُ (رواه البخارى)
XIX.
Salam
1.
Salam pertama hukumnya wajib
2.
Salam ke dua hukumnya sunnah
3.
Minimal mengucapkan: السَّلَامُ عَلَيْكُم
4.
Yang lebih sempurna adalah: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ
الله
5.
Tidak sunnah menambah وَبَركَاتُه kecuali dalam sholat jenazah
6.
Sunnah menolehkan pipi ke kanan
dan ke kiri, sehingga pipi terlihat oleh orang yang ada dibelakangnya
7.
Sunnah bagi makmum untuk
melakukan salam setelah imam selesai melakukan salam yang kedua
SHOLAT SUNAT
Ibadah
badaniyah yang paling utama setelah mengucapkan dua kalimat syahadat adalah
sholat, semua jenis ibadah fardlu yang paling utama adalah sholat fardlu, dan
semua ibadah sunnah yang paling utama adalah sholat sunnah[2].
1.
Sholat hari raya.
Sholat ini
adalah sholat sunat yang paling utama karena mirip dengan sholat fardlu, yaitu
dilakukan berjama’ah, dan waktunya tertentu.
2.
Sholat gerhana
Sholat gerhana
ada dua, yaitu kusuf (gerhana matahari) dan khusuf (gerhana rembulan). Sholat
ini minimal 2 rakaat, setiap rakaat dua ruku’ dan dua qiyam. Pada saat gerhana
matahari disunatkan meringankan bacaan, dan mengeraskan bacaan pada saat
gerhana rembulan. Setelah sholat disunatkan khutbah, rukun dan kesunatannya
sama dengan khutbah jumat. Dalam khutbah dianjurkan mengajak untuk bershadaqah,
taubat, istighfar. Waktu sholat gerhana rembulan habis jika sudah terlihat
terang dan matahari telah terbit, sedangkan gerhana matahari jika sudah terang
dan matahari telah terbenam.
3.
Sholat minta hujan (استسقاء)
Sholat ini
dikerjakan sebelum khutbah, sebagaimana sholat hari raya. Sebelumnya disunatkan
puasa tiga hari, kemudian melaksanakan sholat bersama orang tua, anak-anak dan
juga hewan ternak
4.
Sholat witir
Sholat ini
minimal satu rakaat, maksimal sebelas rakaat. Waktunya adalah setelah shalat
isya’ sampai sebelum fajar shodiq
5.
Sholat rawatib
Adapun
rawatib yang mu’akkad adalah, dua rakaat sebelum shalat dzuhur atau shalat
jum’at, dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah shalat maghrib, , dua rakaat
setelah shalat isya’
6.
Shalat tarawih
Jumlah
rakaatnya adalah dua puluh rakaat untuk penduduk selain kota madinah, sedangkan
untuk penduduk madinah rakaat yang disunatkan adalah tiga puluh enam rakaat.
Setiap dua rakaat salam. Jika setiap empat rakaat satu salamam maka shalatnya
tidak sah karena serupa dengan shalat fardlu. Waktunya sama dengan shalat witir
7.
Shalat dluha
Minimal dua
rakaat, dan yang utama adalah empat rakaat, dan yang paling utama adalah
delapan rakaat, ada juga yang mengerjakannya sampai dua belas rakaat.
Disunatkan pada rakaat pertama membaca surat wasyamsi, dan rakaat kedua surat
wadluha. Waktu shlat adluha adalah setelah terbitnya matahari kira-kira
setinggi tombak sampai waktu istiwa’, namun yang utama adalah dikerjakan
seperempat waktu siang.[3]
8.
Shalat sunnat Ihram dan Thawaf
Shalat ini
dikerjakan pada saat memulai ihram dan akan thawaf. Shalat ini berjumlah dua
rakaat
9.
Shalat tahiyyat masjid
Shalat ini
dikerjakan pada waktu masuk masjid dan sebelum duduk. Shalat ini bias diperoleh
dengan mengerjakan shalat apa saja, meskipun shalat fardlu.
10.
Shalat sunat wudlu
Shalat ini
termsuk shalat karena sebab, dikerjakan minimal dua rakaat. Shalat ini akan
terus disunatkan meskipun bolak-balik masuk masjid. Bagi orang yang memasuki
masjid, makruh hukumnya jika ia tidak dalam keadaan suci, namun bagi mereka
yang sudah terlanjur masuk masjid dan tidak memiliki wudlu maka ia disunatkan
menggantinya dengan empat kali bacaan berikut:
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ
للهِ وَلَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَلاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا
بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
11.
Shalat safar dan qudum
Shalat safar
dikerjakan pada saat akan keluar rumah dan dikerjakan di dalam rumah. Sedangkan
shalat qudum dikerjakan pada saat datang dari bepergian dan dikerjakan di
masjid sebelum ia masuk rumah
12.
Shalat istikharah
Shalat ini
dikerjakan untuk memilih sesuatu pekerjaan yang diinginkan, kemudian berdoa:
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخْيِرُكَ
بِعِلْمِكَ ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ اَلْعَظِيْمِ
، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ ، وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ ، وَأَنْتَ عَلَّاُم
الْغُيُوْبِ ، اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْر ٌلِي
فِي دِيْنِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ عَاجِلْ أَمْرِيْ وَآجِلْهُ فَاصْرِفْهُ
عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ، ثُمَّ بَارِكْ حَيْثُ كَانَ ثَمَّ ارْضِنِي بِهِ
Kemudian menyebutkan
keinginannya………
13.
Shalat hajat
Shalat hajat
dikerjakan dua rakaat, hamppir sama dengan shalat istikharah
14.
Shalat awwabin
Shalat ini
jumlahnya dua puluh rakaat, dikerjakan antara waktu shalat maghrib dan isya’
15.
Shalat tasbih
Shalat ini
berjumlah empat rakaat. Setelah membaca surat alfatihah dan surat kemudian
membaca lima belas kali
سُبْحَانَ اللهِ وَالحَمْدُ للهِ وِلَا إلهَ إِلّا اللهُ
وَاللهُ أكْبَرُ وَلاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِاللهِ
Dan setiap ruku’, I’tidal, dua sujud, duduk
diantara dua sujud, duduk istirahat, masing-masing membaca sepuluh kali.
Sehingga setiap rakaat jumlah tasbih yang dibaca adalah 75 kali.
16.
Shalat tahajjud
Shalat ini
dikerjakan setelah masuk waktu shalat isya’ sampai terbitnya fajar shadiq, dan
dikerjakan setelah tidur, jumlah rakaatnya tidak terbatas. Yang utama
dikerjakan sepertiga malam akhir.
SHOLAT JENAZAH
Hukumnya makruh mengharap
kematian Karena adanya suatu bencana, kecuali telah maraknya fitnah-fitnah
agama. Namun yang utama adalah berdo’a
اَللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتْ
الحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَأَمِتْنِي مَا كَانَ المَوْتُ خَيْرًا لِي للخبر
Jika seseorang
sudah mendekati kematian, maka hadapkanlah wajahnya ke kiblat dengan miring ke
kanan atau ke kiri atau terlentang. Talqinlah dengan kalimat لا اله الاّ
الله secara perlahan dan jangan
terlalu memaksa. Jika sudah meninggal dunia, maka pejamkanlah matanya, ikatlah
dagunya, luruskan pergelangan tangan dan kakinya, tutuplah seluruh badannya
dengan kain, lalu hadapkan ke kiblat, bergegaslah mendoakannya, membayar
tanggungan-tanggungannya, memenuhi wasiatnya, dan disunatkan memberi kabar atas
kematiannya.
Ada empat kewajiban terhadap jenazah, yaitu
memandikan, menyolati, mengkafani, dan mengubur. Kewajiban ini bersifat
kolektif (fardlu kifayah)
Rukun-rukun sholat jenazah
1. Niat
2. Membaca takbir empat kali
3. Membaca surat alfatihah
setelah takbir pertama/ takbiratul ihram
4. Berdiri bagi yang mampu
5. Membaca sholawat setelah
takbir kedua
6. Membaca do’a setelah takbir
ketiga
§
أللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه
§
اللهم هذا عبدك وابن عبديك خرج
من روح الدنيا وسعتها ومحبوبه وأحبائه فيها إلى ظلمة القبر وما هو لاقيه كان يشهد أن
لا إله إلا أنت وحدك لا شريك لك وأن سيدنا محمدا عبدك ورسولك وأنت أعلم به اللهم إنه
نزل بك وأنت خير منزول به وأصبح فقيرا إلى رحمتك وأنت غني عن عذابه وقد جئناك راغبين
إليك شفعاء له اللهم إن كان محسنا فزد في إحسانه وإن كان مسيئا فتجاوز عنه ولقه برحمتك
رضاك وقه فتنة القبر وعذابه وافسح له في قبره وجاف الأرض عن جنبيه ولقه برحمتك الأمن
من عذابك حتى تبعثه آمنا إلى جنتك برحمتك يا أرحم الراحمين
7. Membaca doa setelah takbir keempat
أللهم لا تحرمنا
أجره ولا تفتنا بعد واغفر لنا وله
8. Membaca salam
WAKTU
SHALAT YANG DIHARAMKAN
Ada lima waktu dalam sehari semalam yang diharamkan untuk
dilakukan shalat di dalamnya.
a.
Setelah shalat
shubuh hingga matahari agak meninggi.
Tingginya matahari sebagaimana di sebutkan di dalam
hadits Amru bin Abasah adalah qaida-rumhin aw rumhaini. Maknanya adalah matahari terbit
tapi baru saja muncul dari balik horison setinggi satu tombak atau dua tombak.
Dan panjang tombak itu kira-kira 2,5 meter 7 dzira' (hasta). Atau 12
jengkal sebagaimana disebutkan oleh mazhab Al-Malikiyah.
b.
Waktu Istiwa`
Yaitu ketika matahari tepat berada di atas langit atau di
tengah-tengah cakrawala. Maksudnya tepat di atas kepala kita. Tapi begitu
posisi matahari sedikit bergeser ke arah barat, maka sudah masuk waktu shalat
Zhuhur dan boleh untuk melakukan shalat sunnah atau wajib.
c.
Saat Terbenam Matahari
Yaitu saat-saat langit di ufuk barat mulai berwarna
kekuningan yang menandakan sang surya akan segera menghilang ditelan bumi.
Begitu terbenam, maka masuklah waktu Maghrib dan wajib untuk melakukan shalat
Maghrib atau pun shalat sunnah lainnya.
d.
Setelah Shalat Shubuh Hingga Matahari Terbit
Namun hal ini dengan pengecualian untuk qadha' shalat
sunnah fajar yang terlewat. Yaitu saat seseorang terlewat tidak melakukan
shalat sunnah fajar, maka dibolehkan atasnya untuk mengqadha'nya setelah shalat
shubuh.
e.
Setelah Melakukan Shalat Ashar Hingga Matahari Terbenam.
Maksudnya bila seseorang sudah melakukan shalat Ahsar,
maka haram baginya untuk melakukan shalat lainnya hingga terbenam matahari,
kecuali ada penyebab yang mengharuskan. Namun bila dia belum shalat Ashar,
wajib baginya untuk shalat Ashar meski sudah hampir maghrib.
BILA
WAKTU SHALAT TELAH LEWAT
Bila seseorang bangun kesiangan dari tidurnya dan belum
shalat shubuh, maka yang harus dilakukan adalahsegera shalat shubuh pada saat
bangun tidur. Tidak diqadha dengan zhuhur pada siangnya atau esoknya.
Sebab kita telah mendapatkan keterangan jelas tentang hal itu dari apa yang
dialami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri. Beliau dan
beberapa shahabat pernah bangun kesiangan dan melakukan shalat shubuh setelah
matahari meninggi.
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ r قَالَ : مَنْ نَسِيَ صَلاةً فَلْيُصَلِّهَا
إذَا ذَكَرَهَا لا كَفَّارَةَ لَهَا إلا ذَلِكَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Barang siapa yang ketiduran (sampai
tidak menunaikan shalat) atau lupa melaksanakannya, maka ia hendaklah
menunaikannya pada saat ia menyadarinya”. (HR Muttafaq alaihi)
Oleh karena itu, orang-orang yang kesiangan wajib
menunaikan shalat shubuh tersebut pada saat ia tersadar atau terbangun dari
tidurnya (tentunya setelah bersuci terlebih dahulu), walaupun waktu tersebut
termasuk waktu-waktu yang terlarang melaksanakan shalat. Karena pelarangan
shalat pada waktu-waktu tersebut berlaku bagi shalat-shalat sunnah muthlak yang
tidak ada sebabnya. Sedangkan bagi shalat yang memiliki sebab tertentu, seperti
halnya orang yang ketiduran atau kelupaan, diperbolehkan melaksanakan shalat
tersebut pada waktu-waktu terlarang.
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ t
أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ r قَالَ: مَنْ أَدْرَكَ مِنْ اَلصُّبْحِ
رَكْعَةً قَبْل أَنْ تَطْلُعَ اَلشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ اَلصُّبْحَ, وَمَنْ أَدْرَكَ
رَكْعَةً مِنْ اَلْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ اَلشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ اَلْعَصْرَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat
sebelum matahari terbit maka dia telah mendapatkan shalat tersebut (shalat
shubuh)." (HR Bukhari dan Muslim)
Salah satu rahasia untuk bisa bangun di waktu shubuh
bukan memasang alarm, tetapi dengan cara tidur di awal malam. Kebiasaan tidur
terlalu larut malam akan menyebabkan badan lesu dan juga sulit bangun shubuh.
Orang yang tidur di awal malam, pada jam 04.00 dini hari
sudah merasakan istirahat yang cukup. Secara biologis, tubuh akan bangun dengan
sendirinya, bergitu juga dengan mata.
Sebaliknya, orang yang tidur larut malam, misalnya di
atas jam 24.00, sulit baginya untuk bangun pada jam 04.00 dini hari. Sebab
secara biologis, tubuhnya masih menuntut lebih banyak waktu istirahat lebih
banyak.
Tapi yang paling utama dari semua itu adalah niat yang
kuat di dalam dada. Ditambah dengan kebiasaan yang baik, dimana setiap anggota
keluarga merasa bertanggung-jawab untuk saling membangunkan yang lain untuk
shalat shubuh.
Kalau mau memasang alarm, letakkan di tempat yang mudah
terjangkau, deringnya cukup lama dan harusa memekakkan telinga. Jangan
diletakkan di balik bantal, karena biasanya dengan mudah bisa dimatikan lalu
tidur lagi. □
NEGARA YANG TIDAK BERSAMAAN SIANGNYA
DENGAN MAKKAH
Khusus untuk negeri yang berlawanan siang dan malam
dengan kota Makkah, sudah dihitungkan dengan lawannya. Yaitu posisi matahari
yang tepat berada di balik bumi yang berlawanan dengan kota Makkah. Yaitu
setiap tahun pada 28 November 21:09 UT (29 November 04:09 WIB) dan 16 Januari
21:29 UT (17 Januari 04:29 WIB).
Jadi logikanya, arah kiblat adalah arah yang berlawanan
dengan arah matahari pada hari dan jam serta menit tersebut di atas.
Halangannya cuma satu, cuaca buruk. Dalam keadaan cuaca
buruk yang tidak bersahabat, matahari tidak terlihat, metode ini jadi tidak
berguna. Karena metode ini mengandalkan penglihatan kita atas posisi matahari.
Seandainya cuaca cerah dan matahari nampak bersinar, maka
anak kecil juga bisa menetapkan karah kiblat. Syariah Islam itu mudah memang.
GOOGLE EARTH
Selain dengan menggunakan cara konvensional, kita juga
bisa memanfaatkan teknologi modern dengan bantuan internet. Setidaknya meski
tidak bisa dijadiakn patokan utama, tapi sekedar untuk panduan awal. Tentu
tetap harus diukur oleh orang yang profesional.
Untuk memanfaatkan Goggle Earth, syaratnya harus
menggunakan komputer yang terkoneksi dengan internet. Kalau belum ada, silahkan
download saja dulu di erath.google.com dengan gratis.
Pertama yang harus kita lakukan adalah mencari posis
masjid dari atas 'langit', tentu cari dulu kota di mana kita tinggal. Dalam hal
ini kita dituntut harus 'melek' peta.
Setelah ketemu, yang perlu dilakukan adalah menancapkan
penanda di masjid itu. Nama tombolnya Add PlaceMark. Jangan lupa beri nama
masjid itu, misalnya 'masjidku'. Maka nanti akan tercatat di sebelah kiri
halaman.
Langkah selanjutnya, mari kita cari kota Makkah. Kali ini
lebih mudah, karena di menu sebelah kiri bagian atas sudah ada form untuk
melakukan pencarian. Tuliskan kata 'Makkah' dan klik. Maka software itu akan
memutar bola bumi langsung ke arah kota Makkah di Saudi Arabia. Carilah masjid
Al-Haram dari 'langit'. Mudah saja, karena gedungnya cukup besar dan menarik
perhatian.
Sekali lagi tandai masjid itu dengan Add ReplaceMark dan
namai masjid Al-Haram. Nama itu seharusnya muncul di menu sebelah kiri di bawah
menu 'masjidku' yang sudah anda buat tadi.
Sekarang carilah menu 'ruler' di bagian atas
halaman, kita bisa pilih skala besarannya dengan kilometer. Klik menu itu lalu
geser mouse tepat di atas masjid Al-Haram, klik dua kali di situ sehingga
meninggalkan sebuah titik berwarna hijau. Geser mouse ke menu sebelah kiri dan
klik dua kali ke menu masjidku. Maka software itu akan kembali membalik bumi ke
arahmasjid anda dengan membawa juga garis lurus berwarna kuning.
Terakhir, klik dua kali tepat di atas 'masjidku' dan saat
itu juga anda bisa lihat apakah masjid itu menghadap lurus ke Ka'bah atau
tidak. Bahkan kita juga bisa tahu berapa jarak tepatnya antara masjid itu
dengan masjid Al-Haram.
Ini adalah contoh hasil pengukuran arah dan jarak dari
masjid di depan rumah kami ke masjid Al-Haram di Makkah. Garis kuning itu
menunjukkan arah masjid sudah benar dan ternyata jaraknya 7.912, 49 km sampai
tepat di atas kubahnya.
Ciri khas syariat Islam adalah keringanan dan kemudahan yang
tersebar di hampir semua bagian ibadah. Salah satunya adalah keringanan untuk
menjama’ dan mengqashar shalat. Menjama’ adalah melakukan dua
shalat dalam satu waktu. Misalnya, shalat Zhuhur dan shalat Ashar dikerjakan di
waktu Zhuhur atau di waktu Ashar. Sedangkan mengqashar adalah mengurangi jumlah
rakaat shalat ruba'iyah (yang jumlah rakaatnya empat) menjadi dua rakaat.
Namun semua keringanan itu punya aturan, sejumlah syarat
dan ketentuan untuk bisa dilakukan. Tidak boleh asal gabung atau asal
mengurangi begitu saja.
I.
Shalat Jama'
Ada dua jenis jama', yang pertama disebut jama’ taqdim
dan yang kedua disebut jama’ ta'khir. Jama’ taqdim adalah
melakukan dua shalat pada waktu shalat yang pertama. Jama’ tadim ini
hanya ada dua saja. yaitu shalat Zhuhur dan shalat Ashar dilakukan pada waktu
Zhuhur. Lalu shalat Maghrib dan shalat Isya' dilakukan pada waktu Maghrib.Di
luar keduanya, tidak ada jama’ lainnya.
A.
Hal-hal Yang Membolehkan Jama'
Dalam keadaan safar yang panjang sejauh orang berjalan
kaki atau naik kuda selama dua hari. Para ulama kemudian mengkonversikan jarak
ini menjadi 89 km atau tepatnya 88,704 km.
Hujan yang turun membolehkan dijama'nya Mahgrib dan Isya'
di waktu Isya, namun tidak untuk jama’ antara Zhuhur dan Ashar. Dengan
dalil :
إِنَّ
مِنَ السُنَّةِ إِذَا كَانَ يَوْمُ مُطِير أَنْ يجَمَعَ بَيْنَ المَغْرِبِ وَالعِشَاءِ
رواه الأثرم
Sesungguhnya merupakan sunnah bila hari hujan
untuk menjama’ antara shalat Maghrib dengan Isya' (HR. Atsram)
Keadaan sakit menurut Imam Ahmad bisa membolehkan
seseorang menjama’ shalat. Dalilnya adalah hadits nabawi
كَانَ
النَّبِيَُ r جَمَعَ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ مَطَرٍ
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menjama’ shalat bukan karena takut juga bukan karena hujan.
B.
Syarat Jama’ Taqdim
Untuk dibolehkan dan sah-nya jama’ taqdim, paling
tidak harus dipenuhi 4 syarat. Bila salah satu syarat ini tidak terpenuhi,
tidak sah bila dilakukan jama’ taqdim.
1.
Niat Sejak Shalat Yang Pertama
Misalnya kita menjama’ shalat Zhuhur dengan shalat
Ashjar di waktu Zhuhur, maka sejak berniat shalat Zhuhur kita juga harus sudah
berniat untuk menjama’ dengan Ashar. Niat untuk menjama’ ini
masih dibolehkan selama shalat Zhuhur belum selesai. Jadi batas kebolehan
berniatnya hingga sebelum mengucapkan salam dari shalat Zhuhur. Bila selesai
salam kita baru berniat untuk menjama', jama taqdim tidak boleh dilakukan.
Sehingga shalat Ashar hanya boleh dilakukan nanti bila waktu Ashar telah tiba.
2.
Tertib
Misalnya kita menjama’ shalat Maghrib dengan
shalat Isya' dengan taqdim, yaitu di waktu Maghrib, maka keduanya harus
dilakukan sesuai dengan urutan waktunya. Harus shalat Maghrib dulu yang
dikerjakan baru kemudian shalat Isya'. Bila shalat Isya' yang dikerjakan
terlebih dahulu, maka tidak sah hukumnya.
Namun bila bukan jama’ taqdim, dimungkinkan untuk
melakukannnya dengan terbalik, yaitu shalat Isya' dulu baru shalat Maghirib.
Meski pun tetap lebih utama bila dilakukan dengan tertb urutan waktunya.
3.
Al-Muwalat (Bersambung)
Maksudnya antara shalat yang awal dengan shalat kedua
tidak boleh terpaut waktu yang lama. Boleh diselingi sekadar lama waktu orang
melakukan shalat dua rakaat yang ringan. Juga boleh diselingi dengan mengambil
wudhu'. Tapi tidak boleh bila diselingi pekerjaan lain dalam waktu yang terlalu
lama.
Disunnahkan di antara jeda waktu itu untuk mengulangi
adzan dan iqamah, tapi bukan shalat sunnah. Sebab pada hakikatnya kedua shalat
ini disatukan. Ketiga syarat ini berlaku mutlak untuk jama’ taqdim namun
untuk jama’ ta'khir bukan menjadi syarat, hanya menjadi sunnah saja.
4.
Masih Berlangsungnya Safar Hingga Takbiratul Ihram Shalat
Yang Kedua
Misalnya kita menjama’ taqdim shalat Maghrib
dengan Isya' di waktu Maghrib, maka pada saat Isya' kita harus masih dalam
keadaan safar atau perjalanan. Paling tidak pada saat takbiratul hram shalat
Isya'.
Hal itu terbayang kalau kita melakukannya di kapal laut
misalnya. Kapal itu harus masih dalam pelayaran pada saat kita takbiratul ihram
shalat Isya. Tidak mengapa bila selama shalat Isya itu, kapal sudah merapat ke
pelabuhan negeri kita.
C.
Syarat Jama’ Ta'khir
Sedangkan syarat dibolehkannya jama’ ta'khir hanya
ada dua saja. Yaitu adalah :
1.
Berniat Untuk Menmaja' Ta'khir Sebelum Habisnya Waktu
Shalat Yang Pertama
Misalnya kita berniat untuk menjama’ shalat
Maghrib dengan Isya di waktu Isya', maka sebelum habis waktu Maghrib, kita
wajib untuk berniat untuk menjama’ takhir shalat Maghrib di waktu Isya'.
Niat itu harus dilakuakan sebelum habisnya waktu shalat Maghrib.
2.
Safar Harus Masih Berlangsung Hingga Selesainya Shalat
Yang Kedua.
Kita masih harus dalam perjalanan hingga selesai shalat
Maghrib dan Isya'. Tidak boleh jama’ ta'khir itu dilakukan di rumah
setelah safar sudah selesai. Sebab syarat menjama’ shalat adalah safar,
maka bila safar telah selesai, tidak boleh lagi melakukan jama'. Oleh karena
itu, bila kita mau menjama’ ta'khir, jangan lakukan di rumah, melainkan
sebelum sampai ke rumah atau selama masih dalam kondisi perjalanan.
Bolehkah
Shalat Isya' Dulu Baru Maghrib?
Bila jama’ taqdim, tidak boleh mendahulukan shalat
Isya', tapi boleh bila jama’ ta'khir. Namun tetap lebih utama bila
dilakukan sesuai urutan shalatnya. Kecuali ada uzdur tertentu yang tidak
memungkinkan mendahulukan shalat Maghirb. Misalnya, di waktu Isya di suatu
masjid dimana orang-orang sedang shalat Isya', tidak mungkin para musafir yang
singgah mengerjakan shalat Maghrib
dengan berjamaah.
II.
Shalat Qashar
Allah SWT berfirman di dalam Al-quran al-Kariem tentang
keringanan bagi orang yang sedang dalam perjalanan untuk mengurangi jumlah
bilangan rakaat shalat. Pengurangan bilangan rakaat ini disebut juga dengan
istilah Qashr. Yaitu pada shalat fardhu yang jumlah rakaatnya empat dikurangi
menjadi dua rakaat. Sedangkan yang jumlahnya tiga rakaat (shalat Maghrib) dan
dua rakaat (shalat Shubuh) tidak ada pengurangan jumlah rakaat.
A.
Kapankah Dibolehkan Menjama` / Qashar Shalat?
Sebenarnya untuk membolehkan seseorang menjama`
shalatnya, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi. Tidak sembarang keadaan
bisa membolehkan jama` shalat, sebab kewajiban shalat itu sudah memiliki waktu
yang tetap dan pasti. Dan dimana pun seorang muslim mendapatkan waktu shalat,
maka disitu dia bisa melakukan shalat. Hal ini sangat jauh berbeda dengan
bentuk ibadah ahli kitab yang diwajibkan untuk ibadah HANYA didalam rumah
ibadahnya yang khusus. Tidak boleh dilakukan di sembarang tempat.
Buat umat Muhammad, bumi telah dijadikan suci, baik untuk
tayammum atau pun untuk melakukan shalat. Kapan pun seorang muslim mendengar
Adzan, pada prinsipnya dia bisa langsung mengerjakan shalat di tempat itu.
Sebagaimana hadits nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini :
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهُمَا أَنَّ اَلنَّبِيَّ r
قَالَ وَجُعِلَتْ لِي اَلارْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا, فَأَيُّمَا رَجُلٍ
أَدْرَكَتْهُ اَلصَّلاةُ فَلْيُصَلِّ
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu
bahwa nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,”Telah dijadikan bumi ini
bagiku dan bagi umatku sebagai masjid dan suci. Dimana pun umatku mendapatkan
waktu shalat, maka dia suci. (HR. Bukhari dan Muslim)
[1] Tidak ada air? Tayammum atau wudhu pakai air di botol
minuman kemasan.
[2] Tidak ada masjid/mushalla? Boleh di atas tanah,
rumput, trotoar, gang, gudang atau apapun.
[3] Baju kotor? Kotor itu bukan najis dan shalat tetap sah
walau baju kotor belepotan lumpur, oli, debu atau cat.
[4] Tidak ada waktu? Shalat itukan cuma beberapa gerakan
kecil yang paling panjang cuma 4 rakaat. Total waktu yang dibutuhkan per
rakaatnya kurang lebih satu menit. Jadi shalat yang paling panjang itu hanya
butuh maksimal 4 menit saja. Ini waktu yang lebih singkat dari menghabiskan
sebatang rokok, atau waktu yang lebih cepat dari berjalan bolak balik ke
toilet.
[5] Tidak mau? Nah inilah satu-satunya alasan untuk tidak
shalat atau untuk melalaikan kewajibannya.
Dengan demikian, hampir-hampir tidak ada alasan bagi
setiap muslim untuk tidak shalat atau mengabung-gabung shalatnya, selama
kondisi masih memungkinkan.
Diantara penyebab dibolehkannya jama` dan qashar adalah
safar adalah :
1.
Bepergian atau safar
Syarat yang harus ada dalam perjalanan itu menurut ulama
fiqih antara lain :
a.
Niat Safar
b. Memenuhi jarak
minimal dibolehkannya safar yaitu 4 burd (88, 656 km ). Sebagian ulama berbeda
dalam menentukan jarak minimal.
c.
Keluar dari kota tempat tinggalnya
d. Shafar yang
dilakukan bukan safar maksiat
2.
Sakit
Imam Ahmad bin Hanbal membolehka jama` karena disebabkan
sakit. Begitu juga Imam Malik dan sebagian pengikut Asy-Syafi`iyyah.
Sedangkan dalam kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah dari
mazhab Al-Hanabilah menuliskan bahwa sakit adalah hal yang membolehkan jama`
shalat. Syeikh Sayyid Sabiq menukil masalah ini dalam Fiqhussunnah-nya.
Sedangkan Al-Imam An-Nawawi dari mazhab Asy-Syafi`iyyah
menyebutkan bahwa sebagian imam berpendapat membolehkan menjama` shalat saat
mukim (tidak safar) karena keperluan tapi bukan menjadi kebiasaan[4][58].
Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh Ibnu Sirin dan
Asyhab dari kalangan Al-Malikiyah. Begitu juga Al-Khattabi menceritakan dari
Al-Quffal dan Asysyasyi al-kabir dari kalangan Asy-Syafi`iyyah.
Begitu juga dengan ibnul munzir yang menguatkan pendapat
dibolehkannya jama` ini dengan perkataan Ibnu Abbas ra, “beliau tidak ingin
memberatkan ummatnya”.
Allah SWT berfirman :
وَمَا
جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Allah tidak menjadikan
dalam agama ini kesulitan”. (QS. Al-Hajj : 78)
لَيْسَ
عَلَى الاعْمَى حَرَجٌ وَلا عَلَى الاعْرَجِ حَرَجٌ وَلا عَلَى الْمَرِيضِ حَرَجٌ
“Dan bagi orang sakit
tidak ada kesulitan” (QS. Annur : 61)
3.
Haji
Para jamaah haji disyariatkan untuk menjama` dan
mengqashar shalat zhuhur dan Ashar ketika berga di Arafah dan di Muzdalifah
dengan dalil hadits berikut ini :
Dari
Abi Ayyub al-Anshari ra. Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjama`
Maghrib dan Isya` di Muzdalifah pada haji wada`. (HR. Bukhari 1674).
4.
Hujan
Dari
Ibnu Abbas RA. Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat di Madinah
tujuh atau delapan ; Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya`”. Ayyub
berkata,”Barangkali pada malam turun hujan?”. Jabir berkata,”Mungkin”. (HR. Bukhari dan Muslim)[5][59].
Dari Nafi`
maula Ibnu Umar berkata,”Abdullah bin Umar bila para umaro menjama` antara
maghrib dan isya` karena hujan, beliau ikut menjama` bersama mereka”. (HR.
Ibnu Abi Syaibah)[6][60].
Hal seperti juga dilakukan oleh para salafus shalih
seperti Umar bin Abdul Aziz, Said bin Al-Musayyab, Urwah bin az-Zubair, Abu
Bakar bin Abdurrahman dan para masyaikh lainnya di masa itu. Demikian
dituliskan oleh Imam Malik dalam Al-Muwattha` jilid 3 halaman 40.
Selain itu ada juga hadits yang menerangkan bahwa hujan
adalah salah satu sebab dibolehkannya jama` qashar.
Dari
Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjama` zhuhur,
Ashar, Maghrib dan Isya` di Madinah meski tidak dalam keadaan takut maupun
hujan.” (HR. Muslim)[7][61].
5.
Keperluan Mendesak
Bila seseorang terjebak dengan kondisi dimana dia tidak
punya alternatif lain selain menjama`, maka sebagian ulama membolehkannya.
Namun hal itu tidak boleh dilakukan sebagai kebiasaan atau rutinitas.
Dalil yang digunakan adalah dalil umum seperti yang sudah
disebutkan diatas.
Allah SWT berfirman :
“Allah
tidak menjadikan dalam agama ini kesulitan”. (QS. Al-Hajj : 78)
Dari Ibnu Abbas ra, “beliau tidak ingin memberatkan
ummatnya”.
Dari
Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjama` zhuhur,
Ashar, Maghrib dan Isya` di Madinah meski tidak dalam keadaan takut maupun
hujan.” (HR. Muslim)[8][62].
B.
Jarak Dibolehkan Jama` / Qashar
Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan menjama`
shalat dilihat dari segi batas minimal jarak perjalanan.
1. Pendapat Pertama :
Imam Malik ra, Imam Asy-Syafi`i ra, Imam Ahmad bin Hanbal
ra. dan lainnya mengatakan minimal berjarak 4 burud (4 farsakh). Para ulama
sepakat menyatakan bahwa jarak 1 Farsakh itu sama dengan 4 mil. Dalam tahkik
kitab Bidayatul Mujtahid dituliskan bahwa 4 burud itu sama dengan 88,704
km[9][63].
2. Pendapat Kedua :
Abu Hanifah dan Kufiyun mengatakan minimal perjalanan 3
hari.
3. Pendapat Ketiga :
Sedangkan Zahiri mengatakan tidak ada batas minimal
seperti yang telah kami sebutkan di atas. Jadi mutlak safar, artinya berapa pun
jaraknya yang penting sudah masuk dalam kriteria safar atau perjalanan.
Seorang musafir dapat mengambil rukhsoh shalat dengan
mengqashar dan menjama’ jika telah memenuhi jarak tertentu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: Dari Yahya bin Yazid al-Hana’i berkata, saya bertanya pada Anas bin Malik
tentang jarak shalat Qashar? “Anas menjawab:” Adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam jika keluar menempuh jarak 3 mil atau 3 farsakh beliau shalat
dua rakaat” (HR Muslim)
Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:” Wahai penduduk Mekkah janganlah kalian
mengqashar shalat kurang dari 4 burd dari Mekah ke Asfaan” (HR at-Tabrani,
ad-Daruqutni)[10][64]
Dari Ibnu Syaibah
dari arah yang lain berkata:” Qashar shalat dalam jarak perjalanan sehari
semalam”.
Adalah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu dan Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhu mengqashar shalat dan buka puasa pada perjalanan menepun
jarak 4 burd yaitu 16 farsakh”. Ibnu Abbas menjelaskan jarak minimal dibolehkannya
qashar shalat yaitu 4 burd atau 16 farsakh. 1 farsakh = 5541 meter sehingga 16
Farsakh = 88,656 km.
Dan begitulah yang dilaksanakan sahabat seperti Ibnu
Abbas dan Ibnu Umar. Sedangkan hadits Ibnu Syaibah menunjukkan bahwa qashar
shalat adalah perjalanan sehari semalam. Dan ini adalah perjalanan kaki normal
atau perjalanan unta normal. Dan setelah diukur ternyata jaraknya adalah
sekitar 4 burd atau 16 farsakh atau 88,656 km. Dan pendapat inilah yang
diyakini mayoritas ulama seperti imam Malik, imam asy-Syafi’i dan imam Ahmad
serta pengikut ketiga imam tadi.
Kesimpulan :
Jarak dibolehkannya seseorang mengqashar dan menjama’ shalat,
menurut jumhur ulama; yaitu pada saat seseorang menempuh perjalanan minimal 4
burd atau 16 farsakh atau sekitar 88, 656 km.
C.
Syarat Menjama` / Mengqashar
Untuk dapat mengerjakan jama` dan qashar, ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi. Yaitu :
1.
Niat Safar
2.
Memenuhi jarak minimal dibolehkannya safar yaitu 4 burd
(88, 656 km )
3.
Keluar dari kota tempat tinggalnya
4.
Shafar yang dilakukan bukan safar maksiat
Dengan demikian, maka para ulama mensyaratkan bahwa
shalat jama` dan qashar itu baru bisa dikerjakan bila telah melakukan
perjalanan walau belum mencapai jarak itu. Sebagian lagi memberi batasan asal
sudah keluar rumah.
D.
Batasan Waktu Untuk Tetap Menjama` / Mengqashar
Batasan berapa lama seseorang boleh tetap menjama` dan
mengqashar shalatnya, ada beberapa perbedaan pendapat di antara para fuqoha.
Imam Malik dan Imam As-Syafi`i berpendapat bahwa masa
berlakunya jama` dan qashar bila menetap disuatu tempat selama 4 hari, maka
selesailah masa jama` dan qasharnya.
Sedangkan Imam Abu Hanifah dan At-Tsauri berpendapat
bahwa masa berlakunya jama` dan qashar bila menetap disuatu tempat selama 15
hari, maka selesailah masa jama` dan qasharnya.
Dan Imam Ahmad bin Hanbal dan Daud berpendapat bahwa masa
berlakunya jama` dan qashar bila menetap disuatu tempat lebih dari 4 hari, maka
selesailah masa jama` dan qasharnya.
Adapaun musafir yang tidak akan menetap maka ia
senantiasa mengqashar shalat selagi masih dalam keadaan safar.
Ibnul Qoyyim berkata,
” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tinggal
di Tabuk 20 hari mengqashar shalat”.
Disebutkan Ibnu Abbas :” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat di sebagian safarnya 19 hari,
shalat dua rakaat. Dan kami jika safar 19 hari, shalat dua rakaat, tetapi jika
lebih dari 19 hari, maka kami shalat dengan sempurna”. (HR. Bukhari) □
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ
وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَنَقِّهِ مِنَ الخَطاَيَا
كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ وَاغْسِلْهُ بِالمَاءِ وَالثَّلْجِ
وَالبَرَدِ .اللَّهُمَّ اجْعَل قَبْرَهُ رَوْضَةً مِنْ رِيَاضِ الجِنَانِ وَلاَ تَجْعَل
قَبْرَهُ حُفْرَةً مِنْ حُفَرِ النِّيرَان
Ya Allah, ampunilah dia, sayangi,
afiatkan dan maafkan kesalahannya. Muliakan tempat turunnya, luaskan tempat
masuknya, sucikan dia dari kesalahan-kesalahannya, sebagaimana baju putih yang
disucikan dari kotoran. Mandikan dia dengan air, es dan embun. Ya Allah,
jadikanlah kuburnya taman di antara taman-taman surga dan jangan jadikan liang
dari lubang-lubang neraka.
والله اعلم بالصواب
Rabu 16 Sya’ban 1436 H/04 Juni 2015 M
[1] Walaupun
kedua cara duduk ini sama-sama sunnah tapi yang lebih utama adalah duduk iftirosy,
dan ada juga duduk iq’ak yang dimakruhkan yaitu: duduk dengan menegakkan kedua
lutut.
makasih dh berbagi, salam kenal dari saya theresia admin blog Honorer
BalasHapus