بسم الله الرّحمن الرّحيم
DZUL HIJJAH BULAN BAROKAH
OLEH
M.ASYROFI FADLLY S.Pd.I
فَصْلٌ): فِي أَحْكَامِ
الْأُضْحِيَةِ بِضَمِّ الْهَمْزَةِ فِي الْأَشْهَرِ، وَهِيَ اِسْمٌ لمِاَ يُذْبَحُ
مِنَ النَّعَمِ يَوْمُ عِيْدِ النَّحْرِ، وَأَيَّامِ التَّشْرِيْقِ تَقَرُّباً إِلَى
اللهِ تَعَالَى. (وَاْلْاُضْحِيَةُ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ) عَلَى اْلكِفَايَةِ فَإِذَا
أَتَى بِهَا وَاحِدٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتٍ كَفَى عَنْ جَمِيْعِهِمْ، وَلَا تَجِبُ الْأُضْحِيَّةُ
إِلاَّ بِالنَّذْرِ (وَيُجْزِىءُ فِيْهَا اْلجَذَعُ مِنَ الضَّأْنِ) وَهُوَ مَا لَهُ
سُنَةٌ وَطَعَنَ فِي الثَّانِيَةِ (وَالثَّنِيُّ مِنَ اْلمَعْزِ) وَهُوَ مَالَهُ سَنَتَانِ
وَطَعَنَ فِي الثَّالِثَةِ (وَالثَّنِيُّ مِنَ اْلإِبِلِ) مَا لَهُ خَمْسُ سِنِيْنَ
وَطَعَنَ فِي السَّادِسَةِ (وَالثَّنِيُّ مِنَ اْلبَقَرِ) مَا لَهُ سَنَتَانِ وَطَعَنَ
فِي الثَّالِثَةِ (وَتُجْزِىءُ اْلبَدَنَةُ عَنْ سَبْعَةٍ) اِشْتَرَكُوْا فِي التَّضْحِيَةِ
بِهَا (وَ) تُجْزِىءُ (اْلَبَقَرَةُ عَنْ سَبْعَةٍ) كَذَلِكَ (وَ) تُجْزِىءُ (الشَّاةُ
عَنْ) شَخْصٍ (وَاحِدٍ) وَهِيَ أَفْضَلُ مِنْ مُشَارَكَتِهِ فِي بَعِيْرٍ
وَأَفْضَلُ أَنْوَاعِ
اْلأُضِحَيِةِ إِبِلٌ ثُمَّ بَقَرٌ ثَمَّ غَنَمٌ (وَأَرْبَعٌ) وَفِي بَعْضِ النُّسَخِ
وَأَرْبَعَةٌ (لاَ تُجْزِىءُ فِي الضَّحَايَا) أَحَدُهَا (اْلعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ)
أَيْ الظَّاهِرُ (عَوَرَهَا) وَإِنْ بَقِيَتِ اْلحَدْقَةُ فِي اْلأَصَحِّ (وَ) الثَّانِي
(الْعَرْجَاءُ اْلبَيِّنُ عَرَجُهَا) وَلَوْ كاَنَ حُصُوْلُ الْعُرْجِ لَهاَ عِنْدَ
إِضْجَاعِهَا لِلتَّضْحِيَةِ بِهَا بِسَبَبِ اضْطِرَابِهَا (وَ) الثَّالِثُ (الْمَرِيْضَةُ
الْبَيِّنُ مَرَضُهَا) وَلاَ يَضُرُّ يَسِيْرُ هَذِهِ اْلأُمُوْرِ (وَ) الرَّابِعُ
(اْلعَجْفَاءُ) وَهِيَ (الَّتِيْ ذَهَبَ مُخُّهَا) أَيْ ذَهَبَ دِمَاغُهَا (مِنَ اْلهُزَالِ)
اْلحَاصِلِ لَهاَ (وَيُجْزِىءُ اْلخِصِيُّ) أَيْ الْمَقْطُوْعُ اْلخِصْيَتَيْنِ (وَاْلمَكْسُوْرَةُ
اْلقَرْنِ) إِنْ لَمْ يُؤَثِّرْ فيِ اللَّحْمِ وَيُجْزِىءُ أَيْضاً فَاقِدَةُ اْلقُرُوْنِ،
وَهِيَ الْمُسَمَّاةُ بِالْجَلْحَاءِ (وَلاَ تُجْزِىءُ الْمَقْطُوْعَةُ) كُلُّ (اْلأُذُنِ)
وَلَا بَعْضُهَا وَلاَ اْلمَخْلُوْقَةُ بِلاَ أُذُنٍ (وَ) لاَ الْمَقْطُوْعَةُ
(الذَّنَبُ) وَلاَ بَعْضُهُ (وَ) يَدْخُلُ (وَقْتُ الذَّبْحِ) لِلْأُضْحِيَةِ (مِنْ
وَقْتِ صَلاَةِ اْلعِيْدِ) أَيْ عِيْدِ النَّحْرِ وَعِبَارَةُ الرَّوْضَةِ وَأَصْلِهَا
يَدْخُلُ وَقْتُ التَّضْحِيَةِ إِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ يَوْمَ النَّحْرِ، وَمَضَى
قَدْرُ رَكْعَتَيْنِ وَخَطْبَتَيْنِ خَفِيْفَتَيْنِ اِنْتَهَى، وَيَسْتَمِرُّ وَقْتُ
الَّذْبِح (إِلَى غُرُوْبِ الشّمْسِ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ) وَهِيَ
الثَّلاَثَةُ الْمُتَّصِلَةُ بِعَاِشِر ذِي اْلحِجَّةِ (وَيُسْتَحَبُّ عِنْدَ الذَّبْحِ
خَمْسَةُ أَشْيَاءَ) أَحَدُهَا (التَّسْمِيَّةُ) فَيَقُوْلُ الذَّابِحُ بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ فَلَوْ لَمْ يُسَمِّ حَلَّ الْمَذْبُوْحُ. (وَ) الثَّانِي
(الصّلاَةُ عَلَى النَّبِيِّ ) وَيُكْرَهُ أَنْ يَجْمَعَ بَيْنَ اِسْمَ اللهِ وَاِسْمَ
رَسُوْلِهِ. (وَ) الثَّالِثُ (اِسْتِقْباَلُ اْلِقبْلَةِ) بِالذَّبِيْحَةِ أَيْ يُوَجِّهُ
الذّابِحُ مَذْبَحَهَا لِلْقِبْلَةِ وَيَتَوَجَّهُ هُوَ أَيْضاً. (وَ) الرَّابِعُ
(التَّكْبِيْرُ) أَيْ قَبْلَ التَّسْمِيَةِ وَبْعَدَهَا ثَلاَثاً كَمَا قَالَ اْلمَاوَرْدِيْ.
(وَ) اْلخَامِسُ (الدُّعَاءُ بِالْقَبُوْلِ) فَيَقُوْلُ الذَّابِحُ اَللهم هَذِهِ
مِنْكَ وَإِلَيْكَ فَتَقَبَّلْ، أَيْ هَذِهِ اْلأُضْحِيَةِ نِعْمَةٌ مِنْكَ عَلَيَّ
وَتَقَرَبْتُ بِهَا إِلَيْكَ فَتَقَبَّلَهَا مِنِّي. (وَلَا يَأْكُلُ اْلمُضَحِّي
شَيْئاً مِنَ اْلأُضْحِيَةِ اْلمَنْذُوْرَةِ) بَلْ يَجِبُ عَلَيْهِ التَّصَدُّقُ بِجَمِيْعِ
لَحْمِهَا ، فَلَوْ أَخَّرَهَا فَتَلِفَتْ لَزِمَهُ ضَمَانُهَا (وَيَأْكُلُ مِنَ اْلأُضْحِيَةِ
اْلمُتَطَوِّعِ بِهَا ) ثُلُثاً عَلىَ اْلجَدِيْدِ وَأَمَّا الثُّلُثَاِن فَقِيْلَ يَتَصَدَّقُ
بِهِمَا ، وَرَجَّحَهُ النَّوَوِيُّ فِي تَصْحِيْحِ
التَّنْبِيْهِ
وَقِيْلَ يُهْدَي ثُلُثاً لِلْمُسْلِمِيْنَ اْلأَغْنِيَاءِ
وَيَتَصَدَّقُ بِثُلُثٍ عَلَى اْلفُقَرَاءِ مِنْ لَحْمِهَا وَلَمْ يُرَجِّحُ النَّوَوِيُّ
فِي الرَّوْضَةِ وَأَصْلِهَا شَيْئاً مِنْ هَذَيْنِ اْلوَجْهَيْنِ (وَلَا يَبِيْعُ)
أَيْ يَحْرُمُ عَلىَ الْمُضَحِّي بَيْعُ شَيْءٍ (مِنَ اْلأُضْحِيَةِ) أَيْ مِنْ لَحْمِهَا
أَوْ شَعْرِهَا أَوْ جِلْدِهَا، وَيَحْرُمُ أَيْضاً جَعْلُهُ أُجْرَةً لِلْجَزَّارِ،
وَلَوْ كاَنَتْ الْأُضْحِيَةُ تَطَوُّعاً (وَيُطْعِمُ) حَتْماً مِنَ اْلأُضْحِيَةِ
اْلمُتَطَوِّعِ بِهَا (اْلفُقَرَاءَ وَاْلمَسَاكِيْنَ) وَالْأَفْضَلُ التَّصَدُّقُ
بِجَمِيْعِهَا إِلَّا لُقْمَةً أَوْ لُقْماً يَتَبَرَّكُ اْلمُضَحِّي بِأَكْلِهَا،
فَإِنَّهُ يُسَنُّ لَهُ ذَلِكَ، وَإِذَا أَكَلَ اْلبَعْضَ وَتَصَدَّقَ بِاْلبَاقِي
حَصَلَ لَهُ ثَوَابُ التَّضْحِيَةُ بِالْجَمِيْعِ وَالتَّصَدُّقُ بِاْلبَعْضِ.
فتح القريب
المجيب في شرح ألفاظ التقريب - (1 / 164-163) )
FASAL: TENTANG
HUKUM-HUKUM KURBAN
Lafadh udhhiyah menurut pendapat yang lebih masyhur dibaca
dhammah.Udhhiyah adalah nama binatang yang disembelih yaitu berupa binatang
piaraan ,pada hari Raya Kurban dan hari-hari tasyriq,semata-mata karena
mendekatkan diri kepada Alloh SWT
Berkurban adalah sunah yang ditekankan atas dasar
kifayah,maka apabila salah seorang diantara keluarga telah berkurban,maka
cukuplah untuk seluruhnya,kurban tidak wajib kecuali sebab nadzar
Kurban domba yang telah gugur sebuah giginya adalah
mencukupi ,yaitu domba yang berumur 1-2 tahun ,kambing yang telah gugur dua
giginya yaitu yang berumur 2-3 tahun ,unta yang telah gugur dua giginya yaitu
yang berumur 5-6 tahun dan lembu yang telah gugur dua giginya yaitu yang
berumur 2-3 tahun
Seekor unta dapat mencukupi untuk kurban 7 orang yang
berserikat dalam berkurban dengan binatang unta tersebut
Seekor sapi juga dapat mencukupi untuk kurban 7 orang
yang berserikat ,sedang seekor kambing dapat mencukupi untuk kurban seorang
saja,hal ini adalah lebih utama daripada yang terjadi dengan perserikatan dalam
hal berkurban unta
Adapun macam-macam binatang yang lebih utama dibuat
kurban adalah unta,sapi kemudian kambing
Ada 4 macam binatang yang tidak mencukupi syarat untuk
berkurban,menurut sebagian keterangan menggunakan kata Arba’ah yaitu :
- Binatang yang matanya rusak sebelah yang tampak kerusakannya,meskipun masih wujud matanya ,menurut pendapat yang lebih syah
- Binatang yang pincang yang tampak kepincangannya ,meskipun dapat diketahui ketika dibaringkan karena hendak disembelih sebab meronta-rontanya
- Binatang yang sakit yang jelas sakitnya dan tidak berbahaya akan sedikitnya beberapa perkara ini
- Binatang yang kurus yang kering sumsumnya sebab kekurusannya
Dan mencukupi untuk berkurban yaitu binatang yang
dikebiri yakni binatang yang dipotong kedua pelirnya,begitu juga binatang yang
pecah kedua tanduknya ,jika pecahnya tidak membekas sampai pada daging
Mencukupi juga berkurban binatang yang tidak ada tanduknya yang dinamai binatang
prucul
Tidak mencukupi berkurban binatang yang putus semua
telinganya ,juga binatang yang putus
sebagian telinganya dan binatang yang tanpa telinga
Demikian juga binatang yang putus ekornya
Waktu penyembelihan kurban mulai dari waktu sholat hari Raya
Qurban , sedangkan ibarat yang terdapat
dalam kitab Roudhah
dan asalnya ( menyebutkan ),bahwa mulai masuk
waktu penyembelihan kurban adalah ketika terbit matahari pada hari Raya Kurban
dan sudah berlalu sekadar mengerjakan sholat dua roka’at dan dua khutbah (
selesailah keterangan kitab Raudhah )
Dan waktu penyembelihan itu berlangsung terus sampai
terbenam matahari pada hari terakhir dari hari-hari tasyriq yaitu 3 hari yang
bersambung dengan tanggal sepuluh Dzulhijah
Ada 5 hal yang disunahkan ketika menyembelih binatang
kurban yaitu :
- Membaca basmalah,maka bagi orang yang menyembelih sunah membaca bismilah ,adapun yang lebih sempurna adalah Bismillaahir rahmaanirrahim,jika tidak membaca basmalah maka binatang yang disembelih tetap halal
- Membaca sholawat pada Nabi SAW dan dimakruhkan mengumpulkan antara nama Alloh dan RosulNya
- Menghadap kiblat dengan sembelihannya yakni orang yang menyembelih menghadap sembelihannya ke arah kiblat dan dia pun menghadap kiblat
- Membaca takbir sebelum membaca basmalah dan sesudahnya sebanyak 3 kali sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Mawardi
- Berdo’a ,agar kurbannya diterima oleh Alloh,maka orang yang menyembelih hendaknya membaca do’a “ Ya Alloh ,kurban ini dari Engkau dan untuk Engkau ,maka kabulkanlah (terimalah) kurban ini,yakni kurban ini adalah nikmat Engkau untukku dan aku mendekat kepada Engkau dengan kurban ini,semoga Engkau terima kurban ini dariku “
Orang yang berkurban tidak boleh memakan sedikitpun dari
binatang kurban yang dinadzarkan ,bahkan wajib baginya menyedekahkan
seluruh dagingnya ,seandainya orang yang kurban mengakhirkan kurbannya maka
wajib baginya menanggung kurbannya
Bagi orang yang berkurban boleh memakan kurban yang
statusnya sunah,yaitu 1/3 menurut pendapat Imam Syafi’i yang baru,adapun
yang 2/3 hendaknya disedekahkan saja dan Imam Nawawi menjunjung pendapat
itu dalm kitab Tashhihit Tanbih
Dan dikatakan hendaknya orang yang berkurban memberikan
yang 1/3 kepada kaum muslimin yang cukup dan menyedekahkan 1/3 dagingnya kepada
fakir ,Imam Nawawi tidak menjunjung sedikitpun dari kedua pendapat ini
dalam kitab Raudloh dan aslinya
Bagi orang yang berkurban haram menjual sesuatu
dari kurbannya,yakni daging ,bulu atau kulitnya,haram juga menjadikan kulit
binatang kurbannya sebagai upah kepada pihak pemotong,meskipun kurban itu sunah
Daging kurban sunah,wajib diberikan kepada fakir
miskin,adapun yang lebih utama adalah menyedekahkan seluruh kurbannya,kecuali
sesuap atau beberapa suap ,dimana yang berkurban mengharap berkah lantaran
memakannya ,karena yang berkurban disunahkan mengambil berkah tersebut
Apabila yang berkurban memakan sebagian dan menyedekahkan
yang masih ada maka dia sudah memperoleh pahala berkurban seluruhnya dan pahala
sedekah yang sebagian itu
APRESIASI DIBULAN DZUL HIJJAH
Banyak hewan korban disembelih
sebagai wujud ketaatan pada perintah Allah Subhanahu wa ta’ala. Perintah untuk
mengorbankan harta yang paling kita cintai sekalipun, sebagaimana yang dipraktekkan oleh Nabiyullah Ibrahim
‘Alaihissallam.
Sebuah pengorbanan yang luar biasa. Betapa tidak.
Putra yang sudah dinantikan dan didambakan kelahirannya, yang diharapkan kelak
menjadi penerus keturunan dan perjuangannya, yang baru tumbuh menjadi anak yang cerdas, tampan, dan
menawan, justeru diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala untuk disembelih.
Inilah bentuk pengorbanan yang luar biasa dari diri seorang Nabi Ibrahim
‘Alaihissallam. Juga pengorbanan luar biasa dari diri Nabi Ismail
‘Alaihissallam, yang telah rela menyerahkan jiwa dan raganya untuk mengabdi kepada
Allah.
Pengorbanan tersebut, sesungguhnya merupakan kesan
dari kecintaan dan ketaatan yang sempurna dari seorang hamba kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala, Sang Maha Pencipta, sebagaimana firman Allah:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
"Kamu sekali-kali tidak
sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian
harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan,maka sesungguhnya
Allah mengetahuinya."(Q.S.Ali Imran, 92)
Kecintaan dan ketaatan adalah dua hal yang tak
dapat dipisahkan. Imam Al-Baidhawi berkata, "Cinta adalah keinginan
untuk taat", sementara, al-Zujaj berkata, "Cinta manusia
kepada Allah dan Rasul-nya adalah mentaati keduanya dan ridla kepada semua
perintah Allah dan ajaran yang dibawa oleh Rasul-Nya." Lebih lanjut,
kecintaan dan ketaatan kepada Allah tidak mungkin bisa diwujudkan tanpa
pengorbanan. Oleh karenanya, tak ada cinta tanpa ketaatan, dan tak akan ada
ketaatan tanpa pengorbanan.
Pengorbanan yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim
‘Alaihissallam dan Ismail ‘Alaihissallam, merupakan teladan bagi kita akan
wujud kecintaan dan ketaatan yang sesungguhnya kepada Allah Subhanahu wa
ta’ala. Karena itu, jika kaum Muslim ingin mewujudkan kecintaan dan ketaatan
yang sebenarnya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, maka harus siap untuk
berkorban. Berkorban dalam hal ini, tentu tidak sekadar menyembelih hewan
korban, tapi berkorban dalam arti yang luas. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
قُلْ إِنْ كَانَ ءَابَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ
وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ
تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ
بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
"Katakanlah: "Jika
bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada
Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik.” (TQS. At-Taubah [9]: 24)
Dalam ayat ini, kita diperintahkan untuk
menempatkan kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya di atas kecintaan kepada
yang lain. Artinya, di saat Allah Subhanahu wa ta’ala memerintahkan sesuatu
yang menuntut pengorbanan baik berupa harta, keluarga, maupun perniagaan yang
kita cintai, kita perlu siap melakukannya. Pengorbanan inilah yang akan
mendatangkan balasan dari Allah berupa keridlaan, ampunan, pertolongan,
kemenangan, dan kemuliaan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ
"Kemuliaan itu hanyalah
bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang Mukmin…
(TQS. Al-Munaafiquun [63]: 8)
Jika kita nilai sejujurnya keadaan umat Islam saat
ini, maka keadaannya amatlah jauh dari harapan. Umat yang semestinya hidup
sejahtera di bumi yang kaya-raya ini, faktanya justeru hidup sengsara dalam
kemiskinan dan kemelaratan. Angka pengangguran terus meningkat. Beban hutang
luar negeri makin menjerat, dan beban hidup pun terus meningkat. Inilah sekilas
gambaran keadaan umat di dalam negeri. Keadaan umat Islam di luar negeri pun
tidak jauh berbeda. Di berbagai negeri, umat Islam berada dalam keadaan
tertindas dan terjajah. Tengoklah apa yang terjadi atas saudara kita yang ada
di Palestin, Iraq, Afghanistan, Thailand, Australia, Perancis, Cina,
Uzbekistan, dan sebagainya. Semuanya ini terjadi karena umat Islam dalam
keadaan yang sangat lemah. Kelemahan inilah yang dimanfaatkan betul oleh
negara-negara penjajah untuk menjajah kaum Muslimin, baik secara langsung
maupun tidak.
Adapun kelemahan umat Islam itu sendiri pada
dasarnya diakibatkan oleh lemahnya pemahaman umat Islam terhadap Islam itu
sendiri. Lemahnya pemahaman ini dapat dilihat pada lemahnya praktik penerapan
Islam dalam kehidupan kaum muslimin. Ini dapat dilihat dari fakta kehidupan
kaum Muslim saat ini. Mereka beribadah haji dengan aturan Islam, sholat dengan
aturan Islam, menikah dengan aturan Islam, tetapi mereka tidak mengelola sumber
hasil buminya dengan aturan Islam, tidak mengatur ekonominya dengan aturan
Islam, tidak mengatur sistem pertahanan dan keamanannya dengan aturan Islam,
tidak menjalankan politik dalam dan luar negerinya dengan aturan Islam. Inilah
yang menjadi penyebab lemahnya umat Islam.
Jika umat Islam lemah, mereka hanya akan menjadi
korban. Korban ketamakan dan kerakusan negara-negara penjajah yang selalu ingin
mencengkramkan kekuasaannya atas negeri-negeri Muslim.
Agar hal ini tidak terjadi, tentu umat Islam harus
kuat. Jika ingin kuat, umat Islam harus hidup dengan cara memahami Islam secara
menyeluruh dalam segala hal (kaffah). Artinya, Islam harus dijadikan
sebagai acuan dalam nengatur seluruh aspek kehidupan kaum muslimin, baik dalam
urusan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun negara. Inilah kunci kejayaan umat
dalam meraih kemuliaan. Kemuliaan di sisi Allah khususnya, dan di mata umat
serta bangsa-bangsa lain pada umumnya.
Untuk meraih kemuliaan itu, tentu umat harus
berjuang. Dan perjuangan itu harus disertai dengan pengorbanan. Sebab, tak
pernah ada kemuliaan tanpa perjuangan, dan tak pernah ada perjuangan tanpa
pengorbanan. Jadi, sesungguhnya hanya ada dua pilihan bagi kita. Apakah kita
mau berkorban untuk meraih kemuliaan, atau justru akan menjadi korban, akibat
kelemahan kita, karena kita tidak mau berkorban.
Ingatlah, bahwasanya Rasulullah Sallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah bersabda:
"Sesungguhnya darah-darah kalian dan
harta-harta kalian merupakan kemuliaan bagi kalian, sebagaimana kemuliaan hari
kalian ini, di bulan dan di negeri kalian ini." (HR. Muslim dari
Jâbir).
Sabda Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam ini
menjelaskan bahwa darah dan harta, termasuk kekayaan alam negeri-negeri Muslim,
sesungguhnya merupakan kemuliaan yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.
Kesemuanya wajib dijaga dan dipelihara untuk kemaslahatan dan kesejahteraan
umat. Tidak dibenarkan pihak manapun untuk merampas kekayaan tersebut dan
menodai kemuliaannya. Jika hal ini terjadi, maka umat wajib mempertahankannya,
meskipun harus dengan mengorbankan harta dan jiwa mereka sekalipun. Rasulullah
Sallallahu ‘alaihi wa sallam. bersabda:
"Siapa saja yang dibunuh karena
mempertahankan hartanya, maka dia (terbunuh) sebagai syahid." (HR.
al-Bukhâri dari 'Abdullâh bin 'Amr).
Demikianlah, tanpa pengorbanan, kemuliaan takkan
pernah boleh diraih. Karena itu, jika umat ini benar-benar cinta kepada Allah
dan mau mengambil teladan dari Nabi Ibrahim dan Ismail ‘Alaihimassallam, maka
mereka harus siap dan rela berkorban dalam menempuh perjuangan. Adapun agenda
perjuangan umat Islam yang terpenting pada situasi sekarang adalah:
Pertama,
memantapkan aqidah dan keimanannya. Kedua, mengkaji dan memahami Islam
secara menyeluruh dalam segala hal (kaffah). Dan ketiga,
memperjuangkan penerapan Islam secara menyeluruh/kaffah tanpa kekerasan, sebagaimana
metode dakwah Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jika semua agenda ini dapat terlaksana, insya Allah
kemenangan dan kemulian akan bisa diraih oleh umat Islam. Ketika itu terjadi,
umat benar-benar akan bertakbir dalam kemenangan, bukan dalam kekalahan,
sebagaimana yang dikumandangkan oleh Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صدَقَ وَعْدَه أَعَزَّ
جُنْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ
Tiada Dzat yang berhak
disembah kecuali Allah, Dia benar-benar telah menepati janji-Nya (untuk
memenangkan Islam dan ummatnya), memuliakan tentara-Nya, menolong hamba-Nya,
dan mengalahkan tentara-tentara pasukan sekutu (kafirin) dengan sendiri-Nya.
HAL-HAL YANG BERKAITAN DENGAN ‘IDUL ADHA
Rosulullah
SAW bersabda :
عَظِّمُوْا ضَحَايَاكُمْ فَاِنَّهَا
عَلَى الصِّرَاطِ مَـطَايَاكُمْ
Artinya : Muliakanlah
kurban-kurbanmu ,karena dia menjadi kendaraan kamu
ketika melalui titian Shirathal
Mustaqim
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ
فَلْيَمُتْ اِنْ شَآءَ يَهُوْدِيًّا وَاِنْ شَآءَ نَصْرَاِنيًّا
Artinya : Barang siapa mempunyai kemampuan (lapang
rizqinya) dan tidak
berkurban ,maka hendaklah dia mati dalam keadaan mati Yahudi
atau Nasrani ,jika dia mau
Lafadh
niat puasa hari Tarwiyah ( Tanggal 8 Dzul hijjah )
نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمِ تَرْوِيَةِ
سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى
NAWAITU
SHOUMA YAUMI TARWIYATI SUNNATAL LILLAHI TA’ALA
Artinya : Aku niat puasa sunat hari Tarwiyah,karena
Allah Ta’ala
Lafadh niat puasa hari ‘Arofah ( Tanggal 9
Dzul hijjah )
نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمِ عَرَفَةَ
سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى
NAWAITU
SHOUMA YAUMI ‘AROFATA SUNNATAL LILLAHI TA’ALA
Artinya : Aku niat puasa sunat hari Arofah ,karena
Allah Ta’ala
*
Kalau sempat puasa mulai tanggal 1 sampai 9 Dzul hijjah
Diantara
fadlilah puasa adalah sebagai berikut : puasa satu hari pahalanya seperti puasa
satu tahun ,diampuni dosa-dosa selama setahun yang silam dan lain-lain
Lafadh
Niat mandi hari raya Idul Adha
نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لِعِيْدِ اْلاَضْحَى
سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى
NAWAITU
GHUSLA LI’IDIL ADHA SUNNATAL LILLAHI TA’ALA
Artinya :
Aku niat mandi sunat hari Raya Idul Adha ,karena Allah Ta’ala
ETIKA
MASUK MASJID KETIKA HARI RAYA IDUL ADHA
Lafadz
niat sholat Tahiyyat Masjid
اُصَلِّى سُنَّةً تَحِيَّةً الْمَسْجِدِ
رَكْعَتَيْنِ لِلهِ تَعَالَى .اَللهُ اَكْبَرُ
USHOLLI SUNNATA TAHIYYATAL MASJIDI ROK’ATAINI
LILLAHI TA’ALA. ALLAHU AKBAR
Artinya :
Aku niat sholat sunat Tahiyyatal masjid dua roka’at,karena Allah
Ta’ala.Allahu Akbar
Lafadz
niat I’tikaf
نَوَيْتُ الْاِعْتِكاَفَ سُنَّةً لِلهِ
تَعَالَى
NAWAITUL I’TIKAAFA
SUNNATAL LILLAHI TA’ALA
Artinya :
Aku niat sunat I’tikaf ,karena Allah Ta’ala.
Lafadz niat sholat Idul Adha
اُصَلِّى سُنَّةً لِعِيْدِ اْلاَضْحَى
رَكْعَتَيْنِ( اِمَامًا /مَأْمُوْمًا) لِلهِ تَعَالَى .اَللهُ اَكْبَرُ
USHOLLI SUNNATAL LI’IDIL ADHA
ROK’ATAINI (IMAAMAN/MA’MUUMAN) LILLAHI TA’ALA .ALLAHU AKBAR
Artinya :
Aku niat sholat sunat Idul Adha dua roka’at (jadi Imam/Ma’mum)
,karena Allah Ta’ala. Allahu Akbar
*Jika
sempat di sela-sela takbir
sholat dengan membaca (bacaan tasbih)
yaitu :
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ
وَلاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ
بِاللهِ اْلعَلِىِّ اْلعَظِيْمِ
SUBHAANALLOH WAL HAMDULILLAH WALAA ILAAHA ILLALLOHU
WALLOHU AKBAR WALAA HAULA WALAA QUWWATA
ILLA BILLAAHIL ‘ALIYYIL ‘ADHIIM
BACAAN
SHOLAWAT
اَللهم صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ يَا رَِبِّ
صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ ×3
صَلَّى اللهُ رَبُّنَا عَلىَ نُوْرِ اْلمُبِيْنِ
اَحْمَدَ الْمُصْطَفَى سَيِّدِالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ
ALLAHUMMA SHOLLI ‘ALAA MUHAMMAD YAA ROBBI SHOLLI
‘ALAIHI WASALLIM 3X
SHOLLAHU ROBBUNAA ‘ALAA NUURIL MUBIIN AHMADAL
MUSHTHOFA SAYYIDIL MURSALIIN WA ‘ALAA AALIHI WASHOHBIHI AJMA’IN
الحمد
لله رب العالمين
Lengkong - Babat,5 Dzul Hijjah
1434 H.
10 Oktober 2013 M.
’
0 komentar :
Posting Komentar