بسم الله الرّحمن الرّحيم
‘ASYRUL AWAKHIR) 10 TERAKHIR ) ROMADLON
1433 H
M.ASYROFI FADLLY S.Pd.I
Sudah sering kita dengar istilah Lailatul Qadar, bahkan selalu lekat dalam
ingatan. Namun demikian, nyatanya kita tidak akan pernah mengenal hakikat
Lailatul Qadar itu sendiri, lantaran masalahnya amat ghaib. Pengetahuan kita
terbatas hanya pada apa yang telah ditunjukkan di dalam berbagai nash, baik
Al-Qur’an maupun As-Sunnah serta interpretasinya.
Secara etimologis, “lailah” artinya malam, dan “al-qadar” artinya takdir atau kekuasaan. Adapun secara terminologis, dapat kita coba dengan cara mengamati ayat berikut ini :
Secara etimologis, “lailah” artinya malam, dan “al-qadar” artinya takdir atau kekuasaan. Adapun secara terminologis, dapat kita coba dengan cara mengamati ayat berikut ini :
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan (Lailatul Qadar)” (QS Al-Qadar (97):1)
Dari pernyataan bahwa Al-Qur’an tersebut diturunkan pada saat Lailatul Qadar, dapat kita tangkap pengertian, yakni; pertama , Lailatul Qadar merupakan dari suatu malam, saat diturunkan Al-Qur’an secara keseluruhan. Walhasil, Lailatul Qadar itu terjadi hanya satu kali, tidak sebelum dan sesudahnya. Akan tetapi keagungan dan keutamaannya itu diabadikan oleh Allah SWT untuk tahun-tahun berikutnya. Tegasnya, Lailatul Qadar yang ada sekarang ini, hanyalah semacam hari peringatan yang memiliki berbagai keistimewaan yang sangat luar biasa.
Kedua, Lailatul Qadar merupakan sebutan dari suatu malam pada setiap bulan Ramadhan, yang dahulu kala pernah bersamaan dengan peristiwa diturunkannya Al Qur’an secara keseluruhan.
Kedua pengertian tersebut di atas, merupakan hasil analisa yang boleh jadi dapat diterima oleh semua pihak, lantaran sama sekali tidak mengingkari keutamaan Lailatul Qadar. Sedangkan hakikatnya hanyalah Allah SWT yang mengetahui. Sementara lailatul Qadar itu sendiri, dalam sebuah ayat dinyatakan sebagai Lailah Mubarakah (malam kebaikan).
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi.”(Q.S Ad Dukhaan (44):3)
Dalam masalah ini, para Muffasir menjelaskan bahwa Lailatul Qadar itu adalah saat diturunkannya Al-Qur’an secara keseluruhan dari Lauhul Mahfuzhke Baitul’Izzah, sebelum diwahyukan kepada Rasulullah SAW secara berangsur. Olah sebab itu, tidaklah dapat disamakan antara Lailatul Qadar dengan Nuzulul Qur’an atau turunnya ayat pertama Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.
Betapa mulia dan begitu istimewanya Lailatul qadar itu, sebagai rahmat dan nikmat Allah SWY bagi seluruh ummat Muhammad. Sehingga tak satupun dari kita yang tak suka jika mampu meraihnya. Dan wajar pula, jika malam jatuhnya Lailatul Qadar itupun selau dipertanyakan, bahkan nyaris selalu menimbulkan perselisihan pendapat.
Kapan Lailatul Qadar?
Menurut suatu pendapat ; Lailatul Qadar itu jatuh pada malam ke 27 setiap bulan Ramadhan. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيْهَا، فَلْيَتَحَرِّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ
“Siapapaun mengintainya maka hendaklah mengintainya pada malam ke dua puluh tujuh.” (HR. Ahmad dari Ibnu ‘Umar)
Sementara menurut pendapat yang lain; perintah Rasulullah SAW untuk mengintai pada malam ke 27 itu, bukan merupakan suatu kepastian bahwa Lailatul Qadar akan terjadi pada malam itu. Akan tetapi hanya sebagai petunjuk, bahwa pada malam itu memang kemungkinan besar akan terjadi. Terbukti dengan permyataan Rasulullah SAW sendiri dalam hadist yang lain.
أخْبَرَنَا رسول الله صلى الله عليه و سلم عن لَيْلَةِ الْقَدْرِقال : هي في رمضان في العشر الأواخر ، في إحدى و عشرين أو ثلاث و عشرين أو خمس و
عشرين أو سبع و عشرين أو تسع و عشرين أو في آخِرِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ
“Rasulullah SAW telah memberitakan kepadaku tentang Lailatul Qadar. Beliau bersabda: “Lailatul Qadar terjadi pada Ramadhan; dalam sepuluh hari terakhir. Malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dua puluh sembilan atau ,malam terakhir.”
Adapun yang dimaksud dengan malam terakhir dalam hadts di atas, tentunya jika sebulan Ramadhan itu hanya 29 hari. Sehingga malam yang ke 29 otomatis merupakan malam terakhir.
Dengan demikian, menurut kami pendapat yang kedua ini jauh lebih dasarnya ketimbang pendapat pertama. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa; jatuhnya Lailatul Qadar itu sama sekali tak dapat ditentukan secara pasti. Lantaran perupakan rahasia Allah SWT.
Lailatul Qadar yang agung itu—sebagaimana jawaban terdahulu sangantlah ghaib malam jatuhnya. Namun demikian, Rasulullah SAW telah memberi petunjuk kepada ummatnya bahwa jatuhnya itu di antara malam-malam ganjil pada sepuluh hari Ramadhan terakhir. Maka tidak mustahil, jika diantara hari-hari itu setiap tahunnya akan berubah-ubah, sebagaimana dapat dicerna pula dari berbagai hadits yang berbeda-beda penjelasannya.
Kemungkinan berubah-ubah tersebut, jika dimaksudkan bahwa Lailatul Qadar itu merupakan sebutan dari suatu malam pada setiap bulan Ramadhan yang dahulu kala pernah bersamaan dengan peristiwa diturunkannya Al-Qur’an secara keseluruhan. Adapun jika dimaksudkan bahwa, Lailatul Qadar hanya semacam hari peringatan, maka tidak mungkin jatuhnya Lailatul Qadar itu akan berubah, bahkan sampai kiamat nanti.
Selain itu, nampaknya perlu kita sadari pula, bahwa tidak adanya kepastian pada malam tertentu tentang jatuhnya Lailatul Qadar ini, justru banyak membawa hikmah yang antara lain, untuk mandapatkan keutamaan dan berkah dari saat turunnya Lailatul Qadar itu, kaum Muslimin tidak hanya dengan bertekun ibadah semalam saja. Akan tetapi harus selama 10 malam terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW beserta keluarganya.
Antusias ibadah Rosululloh SAW pada sepuluh terakhir
dari bulan Romadlon yaitu sebagaimana yang
diriwayatkan sayyidatina A’isyah
Rodliyallohu’anha “ bahwa
Rosululloh SAW antusias ( semangat ) ibadah dalam 10
terakhir melebihi pada malam-malam sebelumnya “ dalam hadits Imam Bukhori
Muslim juga riwayat dari Sy.’Aisyah Rh yang artinya “ Nabi Muhammad SAW,kalau
sudah memasuki 10 terakhir bulan Romadlon beliau menyingsingkan baju untuk
melakukan ibadah,waktu malam dipergunakan sebaik mungkin untuk
bersungguh-sungguh ibadah kepada Alloh SWT
Disebutkan
dalam hadits :
اَنَّ النَّبِىَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كاَنَ يَتَفَرَّغُ لِلْعِبَادَةِفىِ هَذِهِ
الْعَشْرِ
“ Sesungguhnya Nabi SAW menyibukkan diri untuk beribadah pada 10
terakhir dari bulan Romadlon “
Sebagian
dari keistimewaan asyrul awakhir ( 10 terakhir ) dari bulan Romadlon yaitu
adanya lailatul qodar yang mana keutamaan lailatul qodar sudah di nash Al
qur’an
Sebagaimana
firman Alloh SWT :
لَيْلَةُ اْلقَدْرِ
خَيْرٌ مِنْ اَلْفِ شَهْرٍ ( القدر 3 )
“ Lailatul qodar itu lebih baik daripada ibadah 1000 bulan (83
tahun 4 bulan ) ( QS.Al-Qodr 3)
Oleh
karena itu sangat dianjurkan untuk ihyaul lail ( menghidupkan malam ) khususnya
malam-malam ganjil karena mayoritas ulama’ bersepakat bahwa lailatul qodar akan
terjadi pada ‘asyrul awakhir ( 10 terakhir ) bulan Romadlon
Para
ulama’ telah menyebutkan bahwa diantara tanda-tanda lailatul qodar
adalah : Udara malam terasa nyaman,binatang malam tidak banyak yang bersuara
,berkurangnya gonggongan anjing,berkurangnya suara ringkihan kuda,air laut yang
asin menjadi tawar,semua makhluq diatas bumi bersujud kepada Alloh SWT serta
terdengar segala sesuatu yang semuanya berdzikir kepada Alloh SWT dengan
lisanul maqol
Lailatul
qodar adalah malam yang terang,malam yang penuh dengan cahaya dan dipagi
harinya matahari terbit dengan sangat bersih dan terang karena tidak diapit
kedua tanduk syaithon sebagaimana hari-hari lainnya
Adapun
amaliyah
yang perlu dilakukan diantaranya qiyamul lail ( sholat malam ),i’tikaf di
masjid,membaca Al Qur’an ,bershodaqoh,membaca ayat kursi, akhir surat Al
Baqoroh,surat Az Zalzalah ,surat Al Kafirun,surat Al Ikhlas,surat yasin , memperbanyak
istighfar, tasbih, tahmid, tahlil,sholawat dan dzikir-dzikir lainnya
ZAKAT FITHRAH
Zakat fitrah adalah
mengeluarkan bahan makanan pokok dengan ukuran tertentu setelah terbenamnya
matahari pada akhir bulan Romadlon ( malam 1 Syawwal ) dengan syarat-syarat
yang sudah ditentukan
Zakat
fitrah diwajibkan tahun kedua hijriyah
Dasar
wajib zakat fitrah :
عَنِ ابْنِ
عُمَرَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زكَاَةَ
اْلفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًامِنْ تَمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ
شَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ اَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثَى مِنَ اْلُمسْلِمِيْنَ
( رواه مسلم )
“ Diriwayatkan dari sayyidina Abdullah bin Umar,sesungguhnya
Rosulullah SAW,mewajibkan zakat fitrah bulan Romadlon berupa satu sho’ kurma
atau satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum atas
setiap orang muslim,merdeka atau budak,laki-laki maupun perempuan “
Zakat
fitrah itu sangat urgensi ( penting ) karena pahala puasa Romadlon tergantung
zakat fitrah sebagaimana sabda baginda Rosulillah SAW :
صَوْمُ شَهْرِ
رَمَضَانَ مُعَلَّقٌ بَيْنَ السَّمآءِ وَاْلاَرْضِ وَلاَيُرْفَعُ
اِلَّابِزَكَاةِالْفِطْرِ
“ Puasa bulan Romadlon ( pahalanya ) tergantung antara langit
dan bumi serta
tidak diangkat ke langit , kecuali dengan
mengeluarkan zakat fitrah ( H.R.Abu Hafs bin Syahin ) “
Zakat
fitrah wajib bagi setiap orang islam yang mampu dan hidup disebagian bulan
Romadlon serta sebagian bulan Syawwal artinya orang yang meninggal setelah
masuk waktu maghrib malam lebaran ( malam 1 Syawwal ) wajib baginya zakat
fitrah ( dikeluarkan dari harta peninggalannya )
Begitu
juga bayi yang dilahirkan sesaat sebelum terbenamnya matahari di hari terakhir
bulan Romadlon dan terus hidup sampai setelah terbenamnya matahari malam 1
Syawwal
Tapi
sebaliknya orang yang meninggal sebelum terbenamnya matahari di akhir bulan
Romadlon atau bayi yang lahir setelah terbenamnya matahari di malam 1 Syawwal
tidak diwajibkan baginya zakat fitrah
Yang
dimaksud mampu yaitu memiliki harta
lebih dari :
1.
Kebutuhan
makan dan pakaian untuk dirinya dan orang yang wajib dinafkahi pada siang hari
raya beserta malam harinya ( 1 Syawwal dan malam 2 Syawwal )
2.
Hutang,meskipun
belum jatuh tempo ( saat membayar )
3.
Rumah
yang layak baginya dan orang yang wajib dinafkahi
4.
Biaya
pembantu untuk istri jika dibutuhkan
Orang yang wajib dinafkahi
yaitu :
1.
Anak
yang belum baligh dan tidak memiliki harta
2.
Anak
yang sudah baligh namun secara fisik tidak mampu bekerja seperti lumpuh,idiot
dan sebagainya serta tidak memiliki harta
3.
Orang
tua yang tidak mampu ( mu’sir )
4.
Istri
yang sah
5.
Istri
yang sudah ditalak roj’i ( istri yang pernah dikumpuli dan tertalak satu atau
dua dalam masa iddah )
6.
Istri
yang ditalak ba’in ( talak 3 kali ) apabila dalam keadaan hamil
Zakat fitrah berupa makanan pokok penduduk daerah
setempat ,sedangkan ukuran zakat fitrah adalah 1 sho’ beras sama dengan sekitar
2,75 – 3 kg
Urutan dalam mengeluarkan zakat fitrah ketika harta
terbatas
Orang yang memiliki kelebihan harta seperti diatas
tetapi tidak mencukupi untuk fitrah seluruh keluarganya ,maka dikeluarkan
sesuai urutan berikut :
1.
Dirinya
sendiri
2.
Istri
3.
Pembantu
istri sukarela ( tanpa bayaran )
4.
Anak
yang belum baligh
5.
Ayah
yang tidak mampu
6.
Ibu
yang tidak mampu
7.
Anak
yang sudah baligh dan tidak mampu ( secara fisik dan materi )
Jika kelebihan harta tersebut kurang dari 1 sho’ maka
tetap wajib dikeluarkan
Waktu mengeluarkan zakat
fitrah :
1.
Wajib yaitu
ketika mendapati sebagian dari bulan Ramadhan dan sebagian dari bulan Syawwal
2.
Jawaz
( boleh ) yaitu mulai awal Ramadhan .Dengan catatan orang yang
telah menerima fitrah darinya tetap dalam keadaan mustahiq ( orang yang berhaq
menerima zakat ) dan mukim saat wajib dan jika saat wajib orang yang menerima
fitrah dalam keadaan kaya atau musafir maka wajib mengeluarkan kembali
3.
Fadhilah
( utama ) yaitu setelah terbitnya fajar hari raya ( 1 Syawwal )
sebelum pelaksanaan sholat ied
4.
Makruh yaitu
setelah pelaksanaan sholat ied hingga terbenamnya matahari 1 Syawwal kecuali
karena menungggu kerabat atau tetangga yang berhak menerimanya
5.
Haram yaitu
mengakhirkan hingga terbenamnya matahari 1 Syawwal kecuali karena ada udzur
seperti tidak didapatkan orang yang berhak menerima zakat di daerahnya ,namun
wajib mengqodho’i
Syarat
sah zakat fitrah :
1.
Niat
Niat wajib dalam hati dan sunnah melafadhkannya dalam
madzhab Imam Syafi’i
Lafadh niat zakat fitrah untuk diri sendiri :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِعَنْ نَفْسِيْ
فَرْضًا لِلهِ تَعَالىَ
“ Saya niat mengeluarkan zakat fitrah saya
fardlu karena Alloh Ta’ala “
Lafadh niat zakat fitrah untuk anaknya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِيْ
فَرْضًا لِلهِ تَعَالىَ
“ Saya niat mengeluarkan zakat fitrah untuk
anak saya fardlu karena Alloh Ta’ala “
Lafadh niat zakat fitrah untuk istrinya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِعَنْ
زَوْجَتِيْ فَرْضًا لِلهِ تَعَالىَ
“ Saya niat mengeluarkan zakat fitrah untuk
istri saya fardlu karena Alloh Ta’ala “
Cara niat zakat fitrah
1.
Jika
dikeluarkan sendiri,maka diniatkan ketika menyerahkannya kepada yang berhak
atau setelah memisahkan beras sebagai fitrahnya,apabila sudah diniatkan ketika
dipisah maka tidak perlu diniatkan kembali ketika diserahkan kepada yang berhak
2.
Jika
diwakilkan,diniatkan ketika menyerahkan kepada wakilatau memasrahkan niat
kepada wakil,apabila sudah diniatkan ketika menyerahkan kepada wakil maka tidak
wajib bagi wakil untuk niat kembali ketika memberikan kepada yang berhak,namun
yang lebih afdlol tetap meniatkan kembali,tetapi jika memasrahkan niat kepada
wakil maka wajib bagi wakil meniatkan
Hal-hal
yang perlu diperhatikan :
1.
Zakat
fitrah dengan uang TIDAK SAH menurut madzhab Imam Syafi’i
2.
Tidak
sah memberikan zakat fitrah untuk masjid
3.
Panitia
zakat fitrah yang dibentuk oleh masjid,pondok,LSM dll ( bukan BAZ )bukan
termasuk amil zakat karena tidak ada lisensi dari pemerintah
4.
Fitrah
yang dikeluarkan harus layak makan,tidak wajib yang terbaik tapi bukan yang
jelek
5.
Istri
yang mengeluarkan fitrah dari harta suami tanpa seizinnya untuk orang yang
wajib dizakati,hukumnya tidak sah
6.
Orang
tua tidak bisa mengeluarkan fitrah anak yang sudah baligh dan mampu kecuali dengan
izin anak secara jelas
7.
Menyerahkan
zakat fitrah kepada anak yang belum baligh itu hukumnya tidak sah ( Qobd-nya )
karena yang meng-qobd harus orang yang sudah baligh
8.
Zakat
fitrah harus dibagikan pada penduduk daerah dimana ia berada ketika terbenamnya
matahari ( malam 1 Syawwal ).Apabila orang yang wajib dizakati berada ditempat
yang berbeda sebaiknya diwakilkan kepada orang lain yang tinggal di sana untuk
niat dan membagi fitrahnya
9.
Bagi
penyalur atau panitia zakat fitrah ,hendaknya berhati-hati dalam pembagian
fitrah agar tidak kembali kepada orang yang mengeluarkan atau yang wajib
dinafkahi,dengan cara seperti memberi tanda pada fitrah atau membagikan kepada
blok lain
10. Mustahiq ( orang yang berhak menerima zakat ) tetap
wajib fitrah sekalipun dari hasil fitrah yang didapatkan ,jika dikategorikan
mampu
11. Fitrah yang diberikan kepada kyai atau guru ngaji
hukumnya tidak sah,jika bukan termasuk dari
8 golongan mustahiq
12. Anak yang sudah baligh dan tidak mampu ( secara materi
) sebab belajar ilmu wajib ( fardlu a’in atau kifayah ) adalah yang wajib
dinafkahi,sedangkan realita yang ada mereka libur pada saat waktu wajib zakat
fitrah.Oleh karena itu,caranya harus ditamlikkan atau dengan seizinnya
sebagaimana diatas
13. Ayah boleh meniatkan
fitrah seluruh keluarga yang wajib dinafkahi sekaligus,namun banyak
terjadi kesalahan fitrah anak yang sudah baligh dicampur dengan fitrah keluarga
yang wajib dinafkahi.Yang demikian itu tidak sah untuk anak yang sudah
baligh.Oleh karena itu ayah harus memisah fitrah mereka untuk ditamlikkan atau
seizin mereka sebagaimana keterangan diatas
BEBERAPA
DO’A YANG BERKAITAN BULAN ROMADLON
1.
Lafadh
niat zakat fitrah untuk diri sendiri :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِعَنْ نَفْسِيْ
فَرْضًا لِلهِ تَعَالىَ
“ Saya niat mengeluarkan zakat fitrah saya
fardlu karena Alloh Ta’ala “
2.
Lafadh
niat zakat fitrah untuk anaknya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِيْ
فَرْضًا لِلهِ تَعَالىَ
“ Saya niat mengeluarkan zakat fitrah untuk
anak saya fardlu karena Alloh Ta’ala “
3.
Lafadh
niat zakat fitrah untuk istrinya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِعَنْ
زَوْجَتِيْ فَرْضًا لِلهِ تَعَالىَ
“ Saya niat mengeluarkan zakat fitrah untuk
istri saya fardlu karena Alloh Ta’ala “
4.
Do’a
menerima zakat
اَجَارَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ اللهُ
فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَجَعَلَ اللهُ لَكَ طَهُوْرًا بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
“ Semoga Alloh memberi pahala dan memberi
berkah kepadamu serta menjadikanmu orang
yang suci dengan rohmat-Mu,wahai dzat yang Maha Pengasih “
5.
Lafadh
niat mandi hari raya Idul Fithri
نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لِعِيْدِ اْلفِطْرِ سُنَّةً لِلهِ
تَعَالىَ
“ Saya niat mandi Idul
Fithri sunat karena Alloh Ta’ala “
6.
Lafadh
sholat hari raya Idul Fithri
اُصَلِّى سُنَّةً لِعِيْدِ اْلفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ
مَأْمُوْمًا ( اِمَامًا ) لِلهِ تَعَالَى
“Saya niat sholat sunat Idul Fithri 2
roka’at menjadi ma’mum ( imam ) karena Alloh Ta’ala“
PENDAPAT
ULAMA’ TENTANG LAILATUL QODAR
Dalam kitab “I’ANATUT THOLIBIN “ Juz 2 hal.290
1. Imam Syafi’I,Imam Ghozali dll
:
No
|
Puasa mulai pada hari
|
Kemungkinan
terjadi
lailatul
qodar malam
|
||
1
|
Ahad atau Rabo
|
29
|
||
2
|
Senin
|
21
|
||
3
|
Selasa atau Jum’at
|
27
|
||
4
|
Kamis
|
25
|
||
5
|
Sabtu
|
23
|
||
2. Syekh Syihab Al Qulyubi :
No
|
Puasa
mulai pada hari
|
Kemungkinan terjadi
lailatul qodar malam
|
1
|
Ahad atau Rabo
|
29
|
2
|
Selasa atau Jum’at
|
27
|
3
|
Kamis
|
25
|
4
|
Sabtu
|
23
|
5
|
Senin
|
21
|
3. Pendapat ulama’ lain :
No
|
Puasa mulai pada hari
|
Kemungkinan terjadi
lailatul
qodar malam
|
1
|
Sabtu
atau Kamis
|
21
sampai 29
|
2
|
Selasa
|
25
|
3
|
Rabo
atau Ahad
|
27
|
4
|
Senin
atau Jum’at
|
29
|
Abu Aiz Sa'id wa Sa"idah
Masjid “Ar Rohmah”Lengkong-Babat
Robi’ul Akhir 1435 H / Pebruari 2014 M
0 komentar :
Posting Komentar