Home » » Asyrul Awakhir fis Syahri Romadlon

Asyrul Awakhir fis Syahri Romadlon



    
 بسم الله الرّحمن الرّحيم     


‘ASYRUL AWAKHIR)  10 TERAKHIR ) ROMADLON 1433 H
M.ASYROFI  FADLLY S.Pd.I

Sudah sering kita dengar istilah Lailatul Qadar, bahkan selalu lekat dalam ingatan. Namun demikian, nyatanya kita tidak akan pernah mengenal hakikat Lailatul Qadar itu sendiri, lantaran masalahnya amat ghaib. Pengetahuan kita terbatas hanya pada apa yang telah ditunjukkan di dalam berbagai nash, baik Al-Qur’an maupun As-Sunnah serta interpretasinya.
   
Secara etimologis, “lailah” artinya malam, dan “al-qadar” artinya takdir atau kekuasaan. Adapun secara terminologis, dapat kita coba dengan cara mengamati ayat berikut ini :
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan (Lailatul Qadar)” (QS Al-Qadar (97):1)


Dari pernyataan bahwa Al-Qur’an tersebut diturunkan pada saat Lailatul Qadar, dapat kita tangkap pengertian, yakni; pertama , Lailatul Qadar merupakan dari suatu malam, saat diturunkan Al-Qur’an secara keseluruhan. Walhasil, Lailatul Qadar itu terjadi hanya satu kali, tidak sebelum dan sesudahnya. Akan tetapi keagungan dan keutamaannya itu diabadikan oleh Allah SWT untuk tahun-tahun berikutnya. Tegasnya, Lailatul Qadar yang ada sekarang ini, hanyalah semacam hari peringatan yang memiliki berbagai keistimewaan yang sangat luar biasa.

Kedua, Lailatul Qadar merupakan sebutan dari suatu malam pada setiap bulan Ramadhan, yang dahulu kala pernah bersamaan dengan peristiwa diturunkannya Al Qur’an secara keseluruhan.

Kedua pengertian tersebut di atas, merupakan hasil analisa yang boleh jadi dapat diterima oleh semua pihak, lantaran sama sekali tidak mengingkari keutamaan Lailatul Qadar. Sedangkan hakikatnya hanyalah Allah SWT yang mengetahui. Sementara lailatul Qadar itu sendiri, dalam sebuah ayat dinyatakan sebagai Lailah Mubarakah (malam kebaikan).
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ

Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi.”(Q.S Ad Dukhaan (44):3)

Dalam masalah ini, para Muffasir menjelaskan bahwa Lailatul Qadar itu adalah saat diturunkannya Al-Qur’an secara keseluruhan dari Lauhul Mahfuzhke Baitul’Izzah, sebelum diwahyukan kepada Rasulullah SAW secara berangsur. Olah sebab itu, tidaklah dapat disamakan antara Lailatul Qadar dengan Nuzulul Qur’an atau turunnya ayat pertama Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.

Betapa mulia dan begitu istimewanya Lailatul qadar itu, sebagai rahmat dan nikmat Allah SWY bagi seluruh ummat Muhammad. Sehingga tak satupun dari kita yang tak suka jika mampu meraihnya. Dan wajar pula, jika malam jatuhnya Lailatul Qadar itupun selau dipertanyakan, bahkan nyaris selalu menimbulkan perselisihan pendapat.

Kapan Lailatul Qadar?

Menurut suatu pendapat ; Lailatul Qadar itu jatuh pada malam ke 27 setiap bulan Ramadhan. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيْهَا، فَلْيَتَحَرِّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ

Siapapaun mengintainya maka hendaklah mengintainya pada malam ke dua puluh tujuh.” (HR. Ahmad dari Ibnu ‘Umar)
   
Sementara menurut pendapat yang lain; perintah Rasulullah SAW untuk mengintai pada malam ke 27 itu, bukan merupakan suatu kepastian bahwa Lailatul Qadar akan terjadi pada malam itu. Akan tetapi hanya sebagai petunjuk, bahwa pada malam itu memang kemungkinan besar akan terjadi. Terbukti dengan permyataan Rasulullah SAW sendiri dalam hadist yang lain.
أخْبَرَنَا رسول الله صلى الله عليه و سلم عن لَيْلَةِ الْقَدْرِقال : هي في رمضان في العشر الأواخر ، في إحدى و عشرين أو ثلاث و عشرين أو خمس و عشرين أو سبع و عشرين أو تسع و عشرين أو في آخِرِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ

Rasulullah SAW telah memberitakan kepadaku tentang Lailatul Qadar. Beliau bersabda: “Lailatul Qadar terjadi pada Ramadhan; dalam sepuluh hari terakhir. Malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dua puluh sembilan atau ,malam terakhir.”

Adapun yang dimaksud dengan malam terakhir dalam hadts di atas, tentunya jika sebulan Ramadhan itu hanya 29 hari. Sehingga malam yang ke 29 otomatis merupakan malam terakhir.

Dengan demikian, menurut kami pendapat yang kedua ini jauh lebih dasarnya ketimbang pendapat pertama. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa; jatuhnya Lailatul Qadar itu sama sekali tak dapat ditentukan secara pasti. Lantaran perupakan rahasia Allah SWT.

Lailatul Qadar yang agung itu—sebagaimana jawaban terdahulu sangantlah ghaib malam jatuhnya. Namun demikian, Rasulullah SAW telah memberi petunjuk kepada ummatnya bahwa jatuhnya itu di antara malam-malam ganjil pada sepuluh hari Ramadhan terakhir. Maka tidak mustahil, jika diantara hari-hari itu setiap tahunnya akan berubah-ubah, sebagaimana dapat dicerna pula dari berbagai hadits yang berbeda-beda penjelasannya.

Kemungkinan berubah-ubah tersebut, jika dimaksudkan bahwa Lailatul Qadar itu merupakan sebutan dari suatu malam pada setiap bulan Ramadhan yang dahulu kala pernah bersamaan dengan peristiwa diturunkannya Al-Qur’an secara keseluruhan. Adapun jika dimaksudkan bahwa, Lailatul Qadar hanya semacam hari peringatan, maka tidak mungkin jatuhnya Lailatul Qadar itu akan berubah, bahkan sampai kiamat nanti.

Selain itu, nampaknya perlu kita sadari pula, bahwa tidak adanya kepastian pada malam tertentu tentang jatuhnya Lailatul Qadar  ini, justru banyak membawa hikmah yang antara lain, untuk mandapatkan keutamaan dan berkah dari saat turunnya Lailatul Qadar itu, kaum Muslimin tidak hanya dengan bertekun ibadah semalam saja. Akan tetapi harus selama 10 malam terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW beserta keluarganya.

  Antusias ibadah Rosululloh SAW pada sepuluh terakhir dari bulan Romadlon yaitu sebagaimana yang  diriwayatkan  sayyidatina  A’isyah  Rodliyallohu’anha    bahwa  Rosululloh  SAW  antusias ( semangat ) ibadah dalam 10 terakhir melebihi pada malam-malam sebelumnya “ dalam hadits Imam Bukhori Muslim juga riwayat dari Sy.’Aisyah Rh yang artinya “ Nabi Muhammad SAW,kalau sudah memasuki 10 terakhir bulan Romadlon beliau menyingsingkan baju untuk melakukan ibadah,waktu malam dipergunakan sebaik mungkin untuk bersungguh-sungguh ibadah kepada Alloh SWT
Disebutkan dalam hadits :
اَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كاَنَ يَتَفَرَّغُ لِلْعِبَادَةِفىِ هَذِهِ الْعَشْرِ
“ Sesungguhnya Nabi SAW menyibukkan diri untuk beribadah pada 10 terakhir dari bulan Romadlon “
Sebagian dari keistimewaan asyrul awakhir ( 10 terakhir ) dari bulan Romadlon yaitu adanya lailatul qodar yang mana keutamaan lailatul qodar sudah di nash Al qur’an
Sebagaimana firman Alloh  SWT : 
لَيْلَةُ اْلقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ اَلْفِ شَهْرٍ ( القدر 3 )
“ Lailatul qodar itu lebih baik daripada ibadah 1000 bulan (83 tahun 4 bulan ) ( QS.Al-Qodr 3)

Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk ihyaul lail ( menghidupkan malam ) khususnya malam-malam ganjil karena mayoritas ulama’ bersepakat bahwa lailatul qodar akan terjadi pada ‘asyrul awakhir ( 10 terakhir ) bulan Romadlon
Para ulama’ telah menyebutkan bahwa diantara tanda-tanda lailatul qodar adalah : Udara malam terasa nyaman,binatang malam tidak banyak yang bersuara ,berkurangnya gonggongan anjing,berkurangnya suara ringkihan kuda,air laut yang asin menjadi tawar,semua makhluq diatas bumi bersujud kepada Alloh SWT serta terdengar segala sesuatu yang semuanya berdzikir kepada Alloh SWT dengan lisanul maqol
Lailatul qodar adalah malam yang terang,malam yang penuh dengan cahaya dan dipagi harinya matahari terbit dengan sangat bersih dan terang karena tidak diapit kedua tanduk syaithon sebagaimana hari-hari lainnya
Adapun amaliyah yang perlu dilakukan diantaranya qiyamul lail ( sholat malam ),i’tikaf di masjid,membaca Al Qur’an ,bershodaqoh,membaca ayat kursi, akhir surat Al Baqoroh,surat Az Zalzalah ,surat Al Kafirun,surat Al Ikhlas,surat yasin , memperbanyak istighfar, tasbih, tahmid, tahlil,sholawat dan dzikir-dzikir lainnya

ZAKAT FITHRAH

  Zakat fitrah adalah mengeluarkan bahan makanan pokok dengan ukuran tertentu setelah terbenamnya matahari pada akhir bulan Romadlon ( malam 1 Syawwal ) dengan syarat-syarat yang sudah ditentukan
Zakat fitrah diwajibkan tahun kedua hijriyah
Dasar wajib zakat fitrah :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زكَاَةَ اْلفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًامِنْ تَمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ اَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثَى مِنَ اْلُمسْلِمِيْنَ ( رواه مسلم )
“ Diriwayatkan dari sayyidina Abdullah bin Umar,sesungguhnya Rosulullah SAW,mewajibkan zakat fitrah bulan Romadlon berupa satu sho’ kurma atau satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum atas  setiap orang muslim,merdeka atau budak,laki-laki maupun perempuan “

Zakat fitrah itu sangat urgensi ( penting ) karena pahala puasa Romadlon tergantung zakat fitrah sebagaimana sabda baginda Rosulillah SAW :
صَوْمُ شَهْرِ رَمَضَانَ مُعَلَّقٌ بَيْنَ السَّمآءِ وَاْلاَرْضِ وَلاَيُرْفَعُ اِلَّابِزَكَاةِالْفِطْرِ
“ Puasa bulan Romadlon ( pahalanya ) tergantung antara langit dan bumi serta  tidak  diangkat  ke  langit , kecuali  dengan  mengeluarkan  zakat  fitrah ( H.R.Abu Hafs bin Syahin ) “
Zakat fitrah wajib bagi setiap orang islam yang mampu dan hidup disebagian bulan Romadlon serta sebagian bulan Syawwal artinya orang yang meninggal setelah masuk waktu maghrib malam lebaran ( malam 1 Syawwal ) wajib baginya zakat fitrah ( dikeluarkan dari harta peninggalannya )
Begitu juga bayi yang dilahirkan sesaat sebelum terbenamnya matahari di hari terakhir bulan Romadlon dan terus hidup sampai setelah terbenamnya matahari malam 1 Syawwal
Tapi sebaliknya orang yang meninggal sebelum terbenamnya matahari di akhir bulan Romadlon atau bayi yang lahir setelah terbenamnya matahari di malam 1 Syawwal tidak diwajibkan baginya zakat fitrah

Yang dimaksud mampu yaitu  memiliki harta lebih dari :
1.      Kebutuhan makan dan pakaian untuk dirinya dan orang yang wajib dinafkahi pada siang hari raya beserta malam harinya ( 1 Syawwal dan malam 2 Syawwal )
2.      Hutang,meskipun belum jatuh tempo ( saat membayar )
3.      Rumah yang layak baginya dan orang yang wajib dinafkahi
4.      Biaya pembantu untuk istri jika dibutuhkan

Orang yang wajib dinafkahi yaitu :
1.      Anak yang belum baligh dan tidak memiliki harta
2.      Anak yang sudah baligh namun secara fisik tidak mampu bekerja seperti lumpuh,idiot dan sebagainya serta tidak memiliki harta
3.      Orang tua yang tidak mampu ( mu’sir )
4.      Istri yang sah
5.      Istri yang sudah ditalak roj’i ( istri yang pernah dikumpuli dan tertalak satu atau dua dalam masa iddah )
6.      Istri yang ditalak ba’in ( talak 3 kali ) apabila dalam keadaan hamil
Zakat fitrah berupa makanan pokok penduduk daerah setempat ,sedangkan ukuran zakat fitrah adalah 1 sho’ beras sama dengan sekitar 2,75 – 3 kg
Urutan dalam mengeluarkan zakat fitrah ketika harta terbatas
Orang yang memiliki kelebihan harta seperti diatas tetapi tidak mencukupi untuk fitrah seluruh keluarganya ,maka dikeluarkan sesuai urutan berikut :
1.      Dirinya sendiri
2.      Istri
3.      Pembantu istri sukarela ( tanpa bayaran )
4.      Anak yang belum baligh
5.      Ayah yang tidak mampu
6.      Ibu yang tidak mampu
7.      Anak yang sudah baligh dan tidak mampu ( secara fisik dan materi )
Jika kelebihan harta tersebut kurang dari 1 sho’ maka tetap wajib dikeluarkan
Waktu mengeluarkan zakat fitrah :
1.      Wajib yaitu ketika mendapati sebagian dari bulan Ramadhan dan sebagian dari bulan Syawwal
2.      Jawaz ( boleh ) yaitu mulai awal Ramadhan .Dengan catatan orang yang telah menerima fitrah darinya tetap dalam keadaan mustahiq ( orang yang berhaq menerima zakat ) dan mukim saat wajib dan jika saat wajib orang yang menerima fitrah dalam keadaan kaya atau musafir maka wajib mengeluarkan kembali
3.      Fadhilah ( utama ) yaitu setelah terbitnya fajar hari raya ( 1 Syawwal ) sebelum pelaksanaan sholat ied
4.      Makruh yaitu setelah pelaksanaan sholat ied hingga terbenamnya matahari 1 Syawwal kecuali karena menungggu kerabat atau tetangga yang berhak menerimanya
5.      Haram yaitu mengakhirkan hingga terbenamnya matahari 1 Syawwal kecuali karena ada udzur seperti tidak didapatkan orang yang berhak menerima zakat di daerahnya ,namun wajib mengqodho’i

Syarat sah zakat fitrah :
1.      Niat
Niat wajib dalam hati dan sunnah melafadhkannya dalam madzhab Imam Syafi’i


Lafadh niat zakat  fitrah untuk diri sendiri :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِعَنْ نَفْسِيْ فَرْضًا لِلهِ تَعَالىَ
“ Saya niat mengeluarkan zakat fitrah saya fardlu karena Alloh Ta’ala “
Lafadh niat zakat  fitrah untuk anaknya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِيْ فَرْضًا لِلهِ تَعَالىَ
“ Saya niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak saya fardlu karena Alloh Ta’ala “
Lafadh niat zakat  fitrah untuk istrinya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِعَنْ زَوْجَتِيْ فَرْضًا لِلهِ تَعَالىَ
“ Saya niat mengeluarkan zakat fitrah untuk istri saya fardlu karena Alloh Ta’ala “
Cara niat zakat fitrah
1.      Jika dikeluarkan sendiri,maka diniatkan ketika menyerahkannya kepada yang berhak atau setelah memisahkan beras sebagai fitrahnya,apabila sudah diniatkan ketika dipisah maka tidak perlu diniatkan kembali ketika diserahkan kepada yang berhak
2.      Jika diwakilkan,diniatkan ketika menyerahkan kepada wakilatau memasrahkan niat kepada wakil,apabila sudah diniatkan ketika menyerahkan kepada wakil maka tidak wajib bagi wakil untuk niat kembali ketika memberikan kepada yang berhak,namun yang lebih afdlol tetap meniatkan kembali,tetapi jika memasrahkan niat kepada wakil maka wajib bagi wakil meniatkan
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1.      Zakat fitrah dengan uang TIDAK SAH menurut madzhab Imam Syafi’i
2.      Tidak sah memberikan zakat fitrah untuk masjid
3.      Panitia zakat fitrah yang dibentuk oleh masjid,pondok,LSM dll ( bukan BAZ )bukan termasuk amil zakat karena tidak ada lisensi dari pemerintah
4.      Fitrah yang dikeluarkan harus layak makan,tidak wajib yang terbaik tapi bukan yang jelek
5.      Istri yang mengeluarkan fitrah dari harta suami tanpa seizinnya untuk orang yang wajib dizakati,hukumnya tidak sah
6.      Orang tua tidak bisa mengeluarkan fitrah anak yang sudah baligh dan mampu kecuali dengan izin anak secara jelas
7.      Menyerahkan zakat fitrah kepada anak yang belum baligh itu hukumnya tidak sah ( Qobd-nya ) karena yang meng-qobd harus orang yang sudah baligh
8.      Zakat fitrah harus dibagikan pada penduduk daerah dimana ia berada ketika terbenamnya matahari ( malam 1 Syawwal ).Apabila orang yang wajib dizakati berada ditempat yang berbeda sebaiknya diwakilkan kepada orang lain yang tinggal di sana untuk niat dan membagi fitrahnya
9.      Bagi penyalur atau panitia zakat fitrah ,hendaknya berhati-hati dalam pembagian fitrah agar tidak kembali kepada orang yang mengeluarkan atau yang wajib dinafkahi,dengan cara seperti memberi tanda pada fitrah atau membagikan kepada blok lain
10.  Mustahiq ( orang yang berhak menerima zakat ) tetap wajib fitrah sekalipun dari hasil fitrah yang didapatkan ,jika dikategorikan mampu
11.  Fitrah yang diberikan kepada kyai atau guru ngaji hukumnya tidak sah,jika bukan termasuk dari  8 golongan mustahiq
12.  Anak yang sudah baligh dan tidak mampu ( secara materi ) sebab belajar ilmu wajib ( fardlu a’in atau kifayah ) adalah yang wajib dinafkahi,sedangkan realita yang ada mereka libur pada saat waktu wajib zakat fitrah.Oleh karena itu,caranya harus ditamlikkan atau dengan seizinnya sebagaimana diatas
13.  Ayah boleh meniatkan  fitrah seluruh keluarga yang wajib dinafkahi sekaligus,namun banyak terjadi kesalahan fitrah anak yang sudah baligh dicampur dengan fitrah keluarga yang wajib dinafkahi.Yang demikian itu tidak sah untuk anak yang sudah baligh.Oleh karena itu ayah harus memisah fitrah mereka untuk ditamlikkan atau seizin mereka sebagaimana keterangan diatas



BEBERAPA DO’A YANG BERKAITAN BULAN ROMADLON


1.      Lafadh niat zakat  fitrah untuk diri sendiri :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِعَنْ نَفْسِيْ فَرْضًا لِلهِ تَعَالىَ
“ Saya niat mengeluarkan zakat fitrah saya fardlu karena Alloh Ta’ala “

2.      Lafadh niat zakat  fitrah untuk anaknya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِيْ فَرْضًا لِلهِ تَعَالىَ
“ Saya niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak saya fardlu karena Alloh Ta’ala “

3.      Lafadh niat zakat  fitrah untuk istrinya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِعَنْ زَوْجَتِيْ فَرْضًا لِلهِ تَعَالىَ
“ Saya niat mengeluarkan zakat fitrah untuk istri saya fardlu karena Alloh Ta’ala “


4.      Do’a menerima zakat
اَجَارَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ اللهُ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَجَعَلَ اللهُ لَكَ طَهُوْرًا بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
“ Semoga Alloh memberi pahala dan memberi berkah kepadamu serta  menjadikanmu orang yang suci dengan rohmat-Mu,wahai dzat yang Maha Pengasih “

5.      Lafadh niat mandi hari raya Idul Fithri
نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لِعِيْدِ اْلفِطْرِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالىَ

“ Saya niat mandi Idul Fithri sunat karena Alloh Ta’ala “

6.      Lafadh sholat hari raya Idul Fithri
اُصَلِّى سُنَّةً لِعِيْدِ اْلفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ مَأْمُوْمًا ( اِمَامًا ) لِلهِ تَعَالَى
“Saya niat sholat sunat Idul Fithri 2 roka’at menjadi ma’mum ( imam ) karena Alloh Ta’ala“



PENDAPAT ULAMA’ TENTANG LAILATUL QODAR
Dalam kitab “I’ANATUT THOLIBIN “ Juz 2 hal.290
1.     Imam Syafi’I,Imam Ghozali dll :

No
Puasa mulai pada hari
Kemungkinan terjadi lailatul qodar malam

1
Ahad atau Rabo
29
2
Senin
21
3
Selasa atau Jum’at
27
4
Kamis
25
5
Sabtu
23





2.     Syekh Syihab Al Qulyubi :

No
Puasa mulai pada hari
Kemungkinan terjadi
lailatul qodar malam

1
Ahad atau Rabo
29
2
Selasa atau Jum’at
27
3
Kamis
25
4
Sabtu
23
5
Senin
21
3.     Pendapat ulama’ lain :

No
Puasa mulai pada hari
Kemungkinan terjadi
lailatul qodar malam
1
Sabtu atau Kamis
21 sampai 29
2
Selasa
25
3
Rabo atau Ahad
27
4
Senin atau Jum’at
29



Abu Aiz Sa'id wa Sa"idah
Masjid “Ar Rohmah”Lengkong-Babat
Robi’ul Akhir  1435 H / Pebruari 2014 M













0 komentar :

Posting Komentar

Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS